“Masa depan adalah sejarah”. Demikian tagline dari film tentang kiamat yang mengerikan dari film Hollywood karya Terry Gilliam bertajuk Twelve Monkeys, rilis 1995. Film itu bercerita tentang umat manusia pada 2035 nyaris tumpas oleh wabah virus yang merebak pada 1997.
Para ilmuwan yang bersembunyi di bawah tanah mengirim relawan bernama James Cole (Bruce Willis) untuk mencegah wabah itu meluas. Virus itu terkait dengan pembebasan binatang oleh gerakan lingkungan hidup yang justru memicu kiamat.
Film ini jadi kelam karena kiamat digambarkan tetap terjadi dan sejarah tidak bisa diubah, justru perjalanan waktu itu sendiri bagian dari sejarah.
Virus juga dituding menjadi penyebab runtuhnya peradaban dalam 28 Days Later karya sutradara Inggris Danny Boyle. Infeksi dari gigitan menyebabkan manusia jadi zombie dan akhirnya membuat negara Inggris nyaris musnah.
Virus adalah salah satu dari teori kepunahan manusia yang ditawarkan oleh film Hollywood. Apa yang disebutkan dalam film itu punya pijakan fakta saat ini ketika Covid-19 merebak dan memporak-porandakan hampir semua negara di Bumi. Untung tidak menyebabkan kiamat.
Penyebab kedua kepunahan manusia adalah bencana lingkungan akibat ulah manusia. The Day After Tomorrow (2004) juga karya Roland Emmerich menggambarkan Amerika Serikat dan negara-negara maju di belahan utara runtuh akibat kedatangan zaman es kedua.
Mereka dari negara kaya mengungsi dan diterima dengan hangat dan bersahabat oleh dunia ketiga yang berada di belahan selatan. Meskipun tidak hancur keseluruhan, tetapi belahan bumi utara digambarkan hancur. Warga negara kaya berlindung ke negara miskin.
Christopher Nolan juga mengungkapkan bencana lingkungan dalam Interstellar (2014). Film ini menceritakan manusia eksodus atau mengungsi ke planet lain, karena bencana lingkungan. Bumi menjadi gersang, hanya tanaman jagung yang tumbuh dan gandum punah.
Mencairnya es di Kutub Utara maupun Kutub Selatan memporakporandakan peradaban dalam Water World (1995). Akibat melelehnya es menyebabkan air menutup sebagian besar permukaan bumi.
An Incovenient Truth, film dokumenter karya Al Gore pada 2006 lebih menggambarkan bahaya pemanasan global dan menjadi ikonik film bertema lingkungan. Begitu juga sekuelnya bertajuk Truth to Power (2017) memperjelas isu global yang terjadi sekarang.
Dalam sekuelnya ditunjukkan bagaimana bongkahan-bongkahan es di Kutub Utara mulai mencair akibat naiknya suhu di sana. Naiknya permukaan air laut dan akhirnya membanjiri sejumlah kawasan di dunia dan paling terkena dampaknya ialah Miami, Florida, Amerika Serikat.
Al Gore berupaya membujuk India agar mengurangi penggunaan minyak, gas dan batu bara. Hal ini dikarenakan India sangat berperan penting mengirim emisi gas rumah kaca yang sangat merusak lingkungan.
Film ini menawarkan pemecahan masalah, yaitu penggunaan energi surya sebagai sumber energi terbaru yang tentu lebih ramah lingkungan.
Ending film ini pahit ketika Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat ke-45 mengeluarkan kebijakan menarik Amerika dari Perjanjian Paris. Keputusan itu mendapat penolakan keras dari para aktivis lingkungan hidup di seluruh dunia.
Orang seperti Donald Trump dan pendukungnya para korporasi tidak peduli peringatan dalam film-film bertema lingkungan hidup.
Film dokumenter lain yang menarik antara lain dibintangi Leonardo DiCaprio. Film dokumenter garapan National Geographic “Before the Flood” ini, di antaranya menceritakan tentang akibat fossil fuel atau pemanfaatan minyak bumi, gas dan batu bara secara berlebihan hingga terjadi perubahan iklim dan pemanasan global.
Kondisi ini tergambarkan ketika Leo berkunjung ke Pasific Island serta Greend Land, ia mendapatkan fakta bahwa permukaan dataran es mengalami penurunan sedalam 35 kaki (10 meter).
Padahal Eric Weiner, seorang traveller dalam bukunya The Geography of Bliss: One Grump’s Search for The Happiest Places in The World mengatakan, ketika pohon terakhir ditebang, ketika sungai terakhir dikosongkan, ketika ikan terakhir ditangkap, barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang. Mudah-mudahan tidak pernah terjadi.