Sebanyak 3.264 km2 hutan hilang karena pertambangan industri, 80% di empat negara: Indonesia, Brasil, Ghana, dan Suriname

Koridor.co.id

Ilustrasi pembabatan hutan. Foto: Shutterstock.

Studi tim peneliti yang dipimpin oleh Stefan Giljum di Proceedings of the National Academy of Sciences  berapa waktu lalu menyajikan penilaian luas bioma untuk menunjukkan perluasan tambang industri telah menyebabkan deforestasi paling banyak dari tahun 2000 hingga 2019.

Wilayah pertambangan yang diselidiki meliputi 11.467 km2 lahan, mencakup 7.019 km2 hutan tropis pada 2000. Pada  2019, sebanyak 3.264 km2 (46,5%) dari kawasan hutan ini langsung hilang karena perluasan tambang industri.

Dengan 1.901 km2 area terdeforestasi, Indonesia sejauh ini merupakan negara yang paling terkena dampak. Negara kita menyumbang 58,2% dari hilangnya hutan langsung oleh pertambangan di 26 negara yang diinvestigasi.

“Ekspansi tambang di Kalimantan Timur, di Pulau Kalimantan untuk produksi batu bara merupakan faktor utama di balik perkembangan ini di Indonesia,” tulis Steven seperti dimuat di https://www.pnas.org/doi/10.1073/pnas.2118273119

Menurut studi tersebut deforestasi didorong oleh permintaan sumber daya mineral yang meningkat pesat, baik pertambangan industri maupun pertambangan rakyat semakin intensif di seluruh bioma tropis.

Saat ini, tambang di seluruh dunia mengekstraksi dua kali lipat jumlah bahan baku dibandingkan dengan tahun 2000, dengan tren yang diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa dekade mendatang.

Tumbuhnya ekstraksi bahan mentah menyebabkan berbagai dampak lingkungan, termasuk gangguan ekosistem dan kawasan lindung dan hilangnya keanekaragaman hayati serta kelangkaan air dan polusi.

Daerah pengekstraksi sumber daya menghadapi perubahan penggunaan lahan yang luas karena perluasan kegiatan pertambangan dan infrastruktur terkait, sering kali disertai dengan deforestasi.

Bioma tropis sangat rentan terhadap dampak terkait pertambangan. Kepadatan lahan basah dan sungai yang tinggi meningkatkan kemungkinan pencemaran badan air oleh zat beracun, seperti asam yang digunakan sebagai pelarut untuk memisahkan kandungan logam dari bijih mentah yang ditambang.

Hutan hujan tropis juga merupakan penyimpan karbon utama. Deforestasi terkait pertambangan dengan demikian menghancurkan kapasitas penyimpanan karbon, dengan implikasi bagi stabilitas iklim global.

Deforestasi langsung terjadi di dalam wilayah pertambangan, melalui pembangunan atau perluasan lokasi ekstraksi, fasilitas penyimpanan tailing, pembuangan batuan sisa, dan fasilitas pengolahan di lokasi dan jalan.

Deforestasi tidak langsung terjadi di luar kawasan yang diperuntukkan bagi pertambangan dan muncul melalui berbagai jalur. Misalnya, ekstraksi dan pemrosesan mineral membutuhkan energi dalam jumlah besar, menuntut infrastruktur untuk pembangkitan energi.

Apa yang diungkapkan studi tersebut sebangun dengan studi yang dilakukan Jan Sievernich, Stefan Giljum & Sebastian Luckeneder yang dimuat dalam Finebrief Nomor 13, Maret 2021. https://www.fineprint.global/publications/briefs/mining-deforestation-indonesia/

Dalam 20 tahun terakhir Indonesia mengalami lonjakan kehilangan hutan yang tak tertandingi, berkisar antara 7.000 dan 24.000 kilometer per segi per tahun dan menyumbang lebih dari setengah total deforestasi di Asia Tenggara.

Sumber daya mineral utama

Di sisi lain Indonesia memiliki cadangan sumber daya mineral utama yang menjadikannya produsen dan pengekspor batu bara, tembaga, emas, timah, dan nikel yang penting. Penelitian dan wacana publik hanya menonjolkan dampak deforestasi dari industri kayu dan kelapa sawit, pertanian skala kecil, serta pembangunan infrastruktur.

Sementara peran industri pertambangan sebagian besar telah dikesampingkan. Bukti dari Amazon, bagaimanapun, menunjukkan bahwa pertambangan merupakan elemen pembeda dari pola deforestasi lokal.

“Kami menemukan korelasi yang jelas antara peningkatan laju deforestasi dan kedekatan dengan tambang Indonesia dalam berbagai ukuran, tetapi tingkat tersebut secara keseluruhan lebih tinggi di antara operasi yang lebih kecil,” ujar Sievernich.

Batu bara merupakan mineral yang paling banyak ditambang di Indonesia. Kumpulan data mencakup 239 tambang batu bara, yang sebagian besar berlokasi di wilayah Kalimantan – bagian Indonesia dari pulau Kalimantan.

Pertambangan batu bara Kalimantan telah berkembang secara signifikan karena penerapan kebijakan energi yang bertujuan untuk meningkatkan cakupan elektrifikasi, serta ekspor batu bara yang cukup besar ke India, Tiongkok dan Jepang.

Sebagian besar dari tambang ini adalah lubang terbuka, dan mereka terkait dengan beberapa tingkat deforestasi tertinggi yang diamati baik di dalam maupun di luar lokasi. Khas untuk endapan batu bara adalah perluasan lateralnya, yang menyebabkan dampak permukaan yang besar dari ekstraksi dan drainase batuan asam terkait.

Dalam banyak hal, area sekitar tambang di Kalimantan Selatan dapat dilihat sebagai contoh representatif dari karakteristik tambang yang paling umum.

“Menurut data kami, tambang batu bara open pit adalah tambang terbesar ke-4 berdasarkan ekstraksi dan menunjukkan laju deforestasi tertinggi yang teramati di atas 70% di sekitarnya,” tulis penelitian tersebut.

Emas adalah sumber daya pertambangan umum skala besar yang paling umum kedua (57 tambang). Tambang ini  memainkan peran utama dalam sinergi deforestasi lokal melalui pertambangan rakyat dan skala kecil.

Dengan membuka kawasan hutan yang sebelumnya tidak dapat diakses, ekstraksi mineral skala besar berdampak signifikan pada proses deforestasi lokal di Indonesia.

Artikel Terkait

Terkini