Allifia Wahyu Firdha Usi, dan kawan-kawan dari Universitas Nahdlatul Ulama, Surabaya dalam Journal of Comprehensif Science, November 2022 mengungkapkan salah satu pengelolaan limbah tersebut adalah dengan menciptakan energi terbarukan yaitu biomassa.
“Keunggulan biomassa menjadi bahan bakar ramah lingkungan dan dapat diperbaharui,” kata Alifia dalam penelitiannya seperti dikutip Sabtu, 25 Maret 2023.
Pentingnya pengembangan pemanfaatan limbah padat kelapa sawit secara baik dengan menciptakan energi pembaruan yang ramah lingkungan agar tidak berdampak buruk bagi kesehatan lingkungan.
Sekaligus pengembangan ini menjadi sumber alternatif bahan bakar fosil dengan cara mengkonversi limbah padat kelapa sawit menjadi bioenergi.
Terobosan ini penting mengingat pemakaian energi di Indonesia masih didominasi penggunaan energi berbasis fosil terutama bahan bakar minyak bumi dan batu bara.
Lainnya juga dilakoni staf pengajar Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran Efri Mardawati. Ia mengembangkan produksi xilitol dan bioetanol dari limbah tandan kosong kelapa sawit melalui proses biorefineri.
Efri mengatakan, biorefineri atau kilang biomassa merupakan sebuah proses yang dapat menjawab permasalahan terkait simpanan sumber energi fosil yang makin menurun.
“Proses ini tidak hanya dapat mengolah suatu biomassa menjadi bioenergi, tetapi juga produk lainnya seperti pangan, pakan, dan biokimia. Kami berharap perekonomian Indonesia ke depannya berbasis pada biosmassa,” ujar Efri dalam https://www.unpad.ac.id/2023/03/dosen-ftip-unpad-olah-limbah-biomassa-menggunakan-proses-biorefineri/
Efri mengaku telah meneliti biomassa sejak 2012. Hingga kini, ia telah mengolah berbagai macam biomassa hasil pertanian maupun perkebunan seperti tongkol jagung, jerami padi, kulit kakao, dan tandan kosong kelapa sawit.
Dia menyakini kelapa sawit sebagai komoditas perkebunan terbesar di Indonesia menjadi penyumbang limbah biomassa yang cukup besar.
Limbah tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah lignoselulosa yang kaya akan sumber selulosa dan hemiselulosa. Proses konversi lignoselulosa selama ini hanya memanfaatkan fraksi selulosa untuk memproduksi bioetanol.
Sementara fraksi hemiselulosa justru dipisahkan dan pada akhirnya kembali menjadi limbah. Pasalnya, hemiselulosa merupakan fraksi terbesar kedua dalam limbah tandan kosong kelapa sawit. Akan tetapi, melalui konsep biorefineri
Efri berhasil memanfaatkan kedua fraksi tersebut untuk diolah menjadi produk bioenergi dan pangan. Ia menjelaskan bahwa hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang sebagian besar komponennya adalah xilosa. Melalui bioproses inilah xilosa dapat difermentasi untuk menghasilkan xilitol yang merupakan gula alkohol.
“Xilitol memiliki berbagai keunggulan dibandingkan sukrosa atau gula pasir biasa karena karakteristiknya yang sangat baik dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga xilitol juga banyak diaplikasikan dalam industri pangan maupun farmasi,” paparnya.
Tingkat kemanisan Xilitol yang sama dengan sukrosa, tapi kalorinya jauh lebih rendah. Xilitol sangat baik untuk penderita diabetes.
Oleh karena itu, produksi xilitol secara bioproses ini menjadi salah satu fokus penelitian yang dilakukan Efri untuk mendukung Indonesia menuju ekonomi berbasis biomassa.
Kini, Efri dan tim risetnya di Unpad ditunjuk menjadi Ketua Pusat Kolaborasi Riset Biomassa dan Biorefineri yang berada di bawah naungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sejak 2012, riset mengenai produksi xilitol dari biomassa terus dilakukan oleh Efri dan tim.
Riset dilakukan mulai dari tahap produksi (pre-treatment, hidrolisis, fermentasi, dan pemurnian), uji kelayakan, hingga rancang pabrik. Efri berkolaborasi dengan perusahan kelapa sawit di daerah untuk pengadaan bahan baku.
Tim Efri berfokus untuk mengembangkan skala produksi gula kristal xilitol bersama para alumni Program Studi Teknologi Industri Pertanian Unpad.
Pengembangan bioetanol dari kelapa sawit potensial. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 1.700 perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan tersebar di 25 provinsi. Provinsi dengan jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit terbanyak adalah Sumatera Utara (336 perusahaan), Kalimantan Barat (322 perusahaan), dan Riau (200 perusahaan).
Jumlah perusahaan sawit tentu sebanding dengan jumlah limbah berupa tandan kosong kelapa sawit yang dihasilkan. Berdasarkan data BPS tahun 2015, produksi kelapa sawit mencapai 31,07 juta ton/tahun.