Sadar Mangrove Penyerap Emisi Karbon, Berbagai Komunitas Lakukan Konservasi

Koridor.co.id

Lia Putrinda jongkok baju batik dengan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Jumadi dan pejabat daerah lainnya-Foto: Dokumentasi Lia Putrinda
Lia Putrinda jongkok baju batik dengan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Jumadi dan pejabat daerah lainnya-Foto: Dokumentasi Lia Putrinda

Malang, Koridor.co.id – Luas ladang mangrove di Indonesia hanya dua persen dari seluruh luas hutan di Indonesia. Tetapi dua persen itu mampu menyerap emisi karbon sebesar 10 persen. Menyadari hal itu berbagai komunitas dari masyarakat bergerak menanam mangrove setidaknya berbuat untuk memperlambat kiamat akibat perubahan iklim.

Lia Putrinda bersama ayahnya membangun Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru untuk melakukan  konservasi mangrove sejak 2005.  

Bersama  timnya, mereka  mengelola mangrove, serta kawasan konservasi karang bernama Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna (CMC Tiga Warna) di Desa Sendang Biru, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Perempuan kelahiran Malang, 8 Juni 1993 ini  mengetahui  mangrove bukan saja bisa menyerap karbondioksida dan menjadi oksigen, tetapi mempunyai benteng pertahanan menghadapi abrasi pantai menuju daratan.  Tanaman mangrove yang tinggi mampu memecah ombak.

Mangrove berfungsi menjaga kestabilan hasil tangkapan ikan bagi nelayan. Hasil perjuangan Lia dan kawan-kawannya selama 18 tahun ialah mengubah wilayah yang tadinya gersang dan panas menjadi lebih hijau dan sejuk dengan luas  mangrove 77,7 hektare.

Melawan Perubahan Iklim

Barisan terdepan padang lamun, terumbu karang, mangrove lalu hutan pantai. Keberadaan hutan ini menjadi rumah bagi biota laut.

“Mangrove adalah salah satu alat alam yang paling efektif dalam perang melawan perubahan iklim,” ujar Lia kepada Koridor, Sabtu, 29 Juli 2023 mengomentari Hari Mangrove Sedunia yang jatuh pada 26 Juli lalu.

Berkat perjuangannya perempuan yang mengenyam bangku pendidikan Ilmu Komunikasi dari Universitas Brawijaya itu, telah meraih berbagai penghargaan nasional maupun tingkat lokal.

Yang teranyar, pada Juni lalu Lia mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur sebagai kader konservasi alam di provinsinya.

Pada kesempatan terpisah Co-Founder Seasoldier  Dinni Septianingrum mengatakan kondisi mangrove di Indonesia selepas G20 masih membutuhkan perhatian. Saat ini katanya, masih banyak alih fungsi lahan mangrove beralih ke bangunan atau areal yang lebih komersial.

Padahal, fungsi dari kawasan hutan mangrove untuk negara kepulauan seperti Indonesia sangat penting. Untuk itu Seasoldier sejak berdirinya pada 2015 menjadikan menanam mangrove sebagai salah satu fokusnya.

“Seasoldier hingga hari ini sudah menanam 25 ribu batang mangrove di tujuh titik seluruh Indonesia. Jika kita melakukan konversi maka luas lahan penanaman mencapai 20 ribu hektare. Potensi serapan karbonnya sekitar 307,5 MTCOE,” ungkap Dinni kepada Koridor, Sabtu, 29 Juli 2023.

Tujuh Titik

Ketujuh titik itu adalah Wonrejo, Jawa Timur, Menpawah,Kalimantan Barat, Pesanggaran, Benoa Bali, Tanjung Pasir, Tangerang, Banten, Taman Wisata Alam Mangrove Muara Kapuk, Jakarta dan Mangrove Park Bahowo, Sulawesi Utara. Seasoldier bekerja sama dengan pemilik lahan, seperti swasta maupun pemerintah daerah.

“Penanaman yang kami lakukan bukan one time event dan berpindah-pindah, tapi fokus di 7 titik tersebut. Kami lakukan konservasi menyeluruh, dari mulai pembibitan, penanaman, dan perawatan. Prosesnya juga memberdayakan masyarakat lokal,” tutur Dinni.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan pada 2021, total luas mangrove Indonesia mencapai 3.364.076 Ha, yang terdiri atas 2.661.281 hektare dalam kawasan serta 702.799 hektare di luar kawasan.

Kementerian menyebutkan capaian ini meningkat sebesar 52.835 hektare dibanding 2013-2019 yaitu seluas 3.311.207 hektare (Irvan Sjafari).

Artikel Terkait

Terkini