Recycling Village mengedukasi kaum perempuan di Pekon Air Naningan membuat kerajinan dari limbah kantong plastik jadi produk bernilai.

Koridor.co.id

Bayu Angga Septian (kanan) bersama produk Recycling Village (Foto: Instagram/Bayu Angga Septian)

Kaum ibu-ibu di pekon (sebutan desa) untuk wilayah Lampung menyadari kalau anak-anaknya mengantarkan sampah plastik ke bank sampah bukan pemulung, tetapi bentuk kepedulian pada lingkungan.

Begitu juga ketika sehabis pengajian rutin mengumpulkan limbah kantong plastik, maka itu adalah bagian kontribusi menyelamatkan lingkungan pekon Air Naningan menjadi lebih bersih.

Sejak Oktober 2021 Bayu Angga Septian, seorang anak muda mengorganisir para perempuan di pekonnya dengan mendirikan UKM bernama Recycling Village. Aktivitasnya antara lain mendidik mereka membuat kegiatan daur ulang untuk memastikan sirkulasi limbah plastik.

“Rata-rata setiap bulan kami mampu mereduksi  150 hingga 200 kilogram. Kami melibatkan 30 hingga 50 ibu-ibu setiap hari membuat 10-15 item produk, seperti tas  jinjing, tas selembang, kotak tisu dan produk kerajinan lain,” ujar Bayu ketika dihubungi Koridor, 18 Juli 2022.

Recycling Village merupakan contoh tentang apa yang industri fesyen dapat ciptakan: barang-barang yang dirancang untuk dapat lebih sering dipakai, dapat dibuat kembali, serta dibuat dengan bahan yang aman, dapat didaur ulang, atau dengan bahan terbarukan.

Hasilnya bukan saja jadi budaya di pekonnya, tetapi para ibu-ibu ini memperomosikan ke tetangga mereka dari kampung lain untuk ikut menyetor ke bank sampah di pekon itu.

Pria kelahiran Air Naningan 1991 ini, menuturkan produk recycling village  dijual dengan harga Rp85 ribu hingga Rp350 ribuan ke Jakarta dan ada yang ke wilayah lain seperti Riau. Tentunya dia juga dibantu kawan-kawannya di Jakarta untuk pemasaran. Dengan demikian selain memberikan manfaat lingkungan kegiatan juga memberikan manfaat ekonomi dan pemberdayaan bagi masyarakat desa.

“Proses mengajarkan ibu-ibu mudah. Hanya saja kami menghadapi kendalanya ada musim tertentu seperti panen lada dan panen kopi yang membuat mereka nggak bisa gabung, karena mereka mengurus panen. Setelah panen selesai mereka mencari penghasilan tambahan dengan membuat produk daur ulang untuk mencari pemasukan,” papar alumni sebuah sekolah seni di Yogyakarta ini.

Bayu menyampaikan cara ini bukan ide sendiri dan hanya teknik yang tercetus tiba-tiba untuk menjaga lingkungan, sekecil apa pun modalnya. Harapannya gerakannya memberikan kontribusi penyelematan lingkungan seperti menjaga bumi dan mencegah perubahan iklim.

Jadi tujuannya masyarakat mengaplikasikan pola hidup bersih, memilah sampah di rumah. Produk ini pancingan agar masyarakat peduli pada lingungan. Esensinya bukan bentuk bagus lalu dijual. Esensinya, ketika sampah dimanfaatkan dan orang peduli lingkungan.

“Selama sampah masih ada kami tetap bekerja membuat produk lain bermanfaat. Kalau sampah plastik sudah tidak ada lagi, kami bersyukur. Kalau tidak ada lagi, kami bisa mengganti dengan produk lain,” pungkasnya.

Kegiatan Recycling Village juga menarik perhatian Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda)  Kabupaten Tenggamus, Provinsi Lampung, yang sudah mengikutsertakan produknya dalam dua pameran, yaitu Lampung Craft dan Inacraft yang digelar di Jakarta Convention Center pada 20-23 Maret 2022 .

Ketua Dekranasda Tanggamus, Nur’aini Hamid Lubis mengapresiakan  UMKM ini mengubah sampah plastik yang sulit diurai menjadi tas plastik serbaguna dan bernilai.

“Recycling Village atau Kampung Daur Ulang adalah cita-cita untuk menyelamatkan dampak buruk yang disebabkan sampah plastik terhadap bumi, yang dimulai dari rumah-rumah masyarakat,”ucapnya seperti dilansir dari Radar Tanggamus.

Artikel Terkait

Terkini