
Prof Dr. dr. Agus Dwi Susanto menyampaikan polusi udara tidak hanya mengambil tahun kehidupan seseorang, tetapi juga turut berdampak pada kualitas kehidupan seseorang saat masih hidup. Di balik berbagai kemudahan atas kemajuan teknologi, peningkatan aktivitas industri dan transportasi membawa ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
“Hal ini disebabkan oleh pencemaran dan polusi udara yang dihasilkan. Oleh karena itu, polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan dan lingkungan yang paling besar di dunia,” kata Agus Dwi Susanto dalam pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada Sabtu, 11 Februari 2023, di Aula IMERI, FKUI, Salemba.
Direktur Utama RS Persahabatan ini mengingatkan bahwa beberapa penyakit yang diakibatkan oleh polusi udara, di antaranya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), tuberkulosis (TB), asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru dan fibrosis paru.
“Akibat pajanan polusi udara, rata-rata individu di Indonesia mengalami kehilangan 1,2 tahun usia harapan hidup dikarenakan kualitas udara di Indonesia gagal memenuhi kriteria konsentrasi PM2,5 yang ditetapkan oleh WHO,” tutur dia seperti dikutip dari https://www.ui.ac.id/guru-besar-fkui-kaji-kualitas-udara-luar-ruangan-untuk-kesehatan-paru-masyarakat-indonesia/
Lanjut spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi ini di kota besar seperti Jakarta dapat kehilangan sekitar 2,3 tahun usia harapan hidup apabila terpajan dengan level polusi udara yang sama secara terus menerus.
Sebagai sistem yang berinteraksi langsung dengan udara dari luar ruangan, sistem respirasi sangat rentan terhadap polusi yang terkandung dalam udara. Polutan dapat mengiritasi saluran napas, memicu inflamasi dan stress oksidatif di saluran pernapasan.
Dampak polusi udara tehadap kesehatan respirasi dapat berupa dampak akut maupun dampak kronik.
Agus merekomendasikan kepada pihak terkait, di antaranya masyarakat, pelaku industri, pemerintah, dan dokter agar secara sinergis dapat turut serta berkontribusi pada pengendalian kualitas udara.
Dia meminta masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum atau kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Masyarakat saat ini juga bisa menghindari kegiatan di luar ruangan saat polusi udara sedang tinggi dengan memantau kualitas udara real-time dengan aplikasi (misal aplikasi AirVisual dari IQAir) yang bisa diunduh di smartphone.
Ia menambahkan, masyarakat disarankan menggunakan masker sesuai standar bila beraktivitas di luar ruangan saat kualitas udara tidak sehat.
Pelaku industri dapat menurunkan kadar polusi dengan melakukan kajian dampak lingkungan dari aktivitas industri yang dilakukan. Institusi pendidikan dan pemerintah juga perlu melakukan riset dan inovasi yang mendorong energi terbarukan termasuk mendorong pendirian pembangkit listrik tenaga alternatif.
Prosesi pengukuhan guru besar dipimpin oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro tersebut disiarkan secara virtual melalui kanal Youtube Universitas Indonesia dan UI Teve. Pada prosesi ini turut dihadiri Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dan Direktur Utama RSUP Sulianti Saroso, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH.; Plt. Sesditjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dan sejumlah kolega lainnya.
Prof. Agus menjalani Program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Setelah lulus menjadi dokter umum pada 1998, ia melanjutkan studi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus pada 2005.
Dia mendapatkan gelar konsultan penyakit paru kerja dan lingkungan dari Kolegium Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pada 2012. Selanjutnya, Prof. Agus mendapatkan gelar doktor dalam bidang Ilmu Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada 2014.