Penyu sisik paling terancam punah. Pasar terpikat kecantikan dan keunikan kerapasnya. Daging penyu hijau pun laris

Koridor.co.id

Ilustrasi konservasi penyu. (Foto: Yayasan Penyu Indonesia)

Konservasi penyu di Indonesia masih menemui tantangan berat. Di antaranya karena perburuan penyu untuk perdagangan masih terjadi, baik telur, daging dikonsumsi maupun bagian tubuhnya, seperti sisik penyu bagian dari perhiasan.

Kepada Koridor, Rabu, 7 September 2022, Campaign Officer Yayasan Penyu Indonesia Muhamad Jayuli mengatakan, kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi penyu, tidak merata. Untuk itu perlu edukasi yang masif dan intensif. Terutama kepada masyarakat pesisir-pesisir pulau.

Selain itu menurut Jayuli, penegakan hukum belum maksimal, sehingga tidak ada efek jera bagi para pelanggar hukum. “Begitu banyak, dan tersebarnya pantai-pantai pendaratan dan peneluran penyu di seluruh Indonesia sehingga kemampuan pengawasan oleh Pemerintah sangat terbatas.”

Karena begitu luasnya wilayah menjadikan sulit mengetahui secara pasti seberapa besar populasi penyu di Indonesia. Kesulitannya menjadi berlipat-lipat, karena penyu tergolong hewan yang sering bermigrasi.

Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) pernah mengungkapkan Indonesia memiliki enam spesies penyu laut yang terancam atau hampir terancam punah.

Yang tergolong terancam adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu tempayan (Caretta caretta) dan penyu pipih (Natator depressa). Yang sangat terancam punah adalah penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Dua spesies lainnya, penyu kulit punggung (Dermochelys coriacea) dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea), hampir terancam punah karena populasinya menurun secara signifikan.

Di Indonesia, penyu-penyu itu bersarang terutama di Pantai Sangalaki, Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur; Pantai Paloh di Kalimantan Barat; Pantai Pangumbahan di Jawa Barat; Pantai Blambangan di Jawa Timur; dan Pantai Jeen Womom, Papua Barat.

Dari keenam spesies itu, penyu sisik yang paling terancam punah. Para pemburu ilegal terpikat pada kecantikan dan keunikan kerapasnya. Penyu sisik masih sering menjadi objek perburuan ilegal. Kerapasnya jadi bahan untuk membuat perhiasan atau dekorasi.

Survei pasar YPI pada periode antara tahun 2019 dan 2020 mendapati nilai perdagangan ilegal penyu sisik bisa mencapai sekitar Rp5 miliar.

Pada 2022, YPI bekerja di tiga lokasi berbeda, untuk mengelola program perlindungan di pantai peneluran penyu. Mereka bekerja sama dengan lembaga mitra lokal dan pemerintah setempat:

Di antaranya kegiatan yang dilakukan di Pulau Belambangan dan Sambit, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur: pantai penting bagi penyu hijau (Chelonia mydas) yang bersarang sepanjang tahun di pulau kecil tak berpenghuni dan terancam karena perburuan sarang telur.

Kegiatan juga dilakukan di Pantai Buggeisiata, Pulau Sipora, Mentawai, Sumatera Barat: adalah lokasi ditemukannya sarang Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), terletak di wilayah Dusun Matuptuman, Desa Betumonga. Spesies ini di bawah ancaman kepunahan karena perburuan telur dan daging.

Selain itu Pulau Salaut Besar, Simeulue, Aceh, salah satu habitat peneluran penyu. Uniknya, pulau tersebut merupakan habitat peneluran dari empat spesies penyu, yaitu Penyu Belimbing, Penyu Hijau, Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Dalam implementasinya, YPI bekerja sama dangan partner lokal bernama Yayasan Ecosystem Impact.

Kegiatan yang dilakukan pada lokasi peneluran penyu tersebut meliputi patroli pantai, pengumpulan data penyu dan sarang, kegiatan pendidikan yang melibatkan masyarakat serta pemberdayaan masyarakat.

Selain ancaman terhadap penyu pada lokasi penelurannya, bahaya besar terutama bagi penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang sangat terancam punah adalah perdagangan karapas penyu sisik secara ilegal. 

Untuk mengatasi masalah ini, YPI telah memulai kampanye nasional untuk mengurangi permintaan akan produk-produk tersebut. Caranya, mempengaruhi konsumen potensial agar tidak lagi membeli maupun memperdagangkan produk itu.

Ilustrasi Kegiatan Yayasan Penyu Indonesia. (Foto: YPI)

Ketua sekaligus pendiri Profauna Indonesia, Rosek Nursahid menyampaikan penyu-penyu Indonesia, terutama penyu hijau diburu karena dagingnya. Indonesia merupakan pusat perdagangan penyu laut internasional. Banyak pedagang ilegal penyu Indonesia memenuhi permintaan dari negara-negara seperti Malaysia, Vietnam dan Tiongkok.

“Padahal siapapun yang terbukti terlibat dalam perdagangan penyu dapat dipenjara hingga lima tahun berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia,” katanya seperti dikutip dari VOA.

Rosek mengatakan, konsumsi daging penyu di Indonesia juga cukup tinggi. Bali tercatat sebagai provinsi yang paling banyak memanfaatkan daging penyu hijau.

Selain itu daging penyu kerap disajikan sebagai makanan tradisional dan dihadirkan dalam upacara-upacara adat dan keagamaan.

Artikel Terkait

Terkini