Pemanfaatan rumpon berdampak pada konservasi dan peningkatan jumlah tangkapan ikan

Koridor.co.id

Ilustrasi-Foto: Shuterstock.

Dalam Permen KP nomor: 59/PERMEN-KP/2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan & Alat Penangkapan Ikan di WPPNRI diungkapkan, Rumpon adalah alat bantu pengumpul ikan yang menggunakan berbagai bentuk dan jenis pengikat/atraktor dari benda padat.

Rumpon berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul, yang dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi penangkapan ikan. Dalam pengaturan Jenis Rumpon sebagaimana pada Pasal 19 terdiri atas rumpon hanyut dan rumpon menetap.

Rumpon hanyut ditempatkan tidak menetap. Tidak dilengkapi jangkar, dan hanyut mengikuti arah arus. Sedangkan rumpon menetap, ditempatkan secara menetap dengan menggunakan jangkar dan/atau pemberat, yang terdiri atas rumpon permukaan.

Rumpon yang ditempatkan di kolom permukaan perairan untuk mengumpulkan ikan pelagis dan rumpon dasar, merupakan rumpon yang ditempatkan di dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University Indra Jaya khawatir akan dampaknya bagi lingkungan. Ketua Komisi Kepatuhan the Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) itu terlibat membahas rumpon hanyut dalam Special Session of the IOTC di Kenya, beberapa waktu lalu.

“Tujuan dari agenda kali ini adalah menetapkan tindakan konservasi dan pengelolaan rumpon, hal ini terkait rumpon hanyut yang dioperasikan di Samudera Hindia,” ujar Indra seperti dikutip dari https://ipb.ac.id/news/index/2023/03/bahas-rumpon-hanyut-prof-indra-jaya-hadiri-special-session-of-the-iotc-di-kenya/97d1ea89fde52be211689aab370befb3

Menurut Indra rumpon juga menyumbang hampir 35 persen tangkapan tuna tropis dan 45 persen tangkapan cakalang di Samudra Hindia.

Namun justru pemanfaatan rumpon dalam kegiatan penangkapan ikan tengah menjadi sorotan akibat adanya peningkatan signifikan dalam jumlah dan perkembangan teknologi. “Adanya kemungkinan dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh tren ini terhadap dinamika stok ikan dan juga ekosistem lautan.”

Pada kenyataannya, tangkapan tuna tropis terus meningkat dengan status tuna sirip kuning dan tuna mata besar tergolong dalam keadaan overfishing.

Selain itu, penggunaan rumpon hanyut memberikan dampak ekologis di Samudera Hindia. Salah satunya terjadi penangkapan juvenil tuna, tangkapan bycatch species, dan polusi bahan rumpon hanyut yang tidak biodegradable.
 
“Sehingga hal ini menjadi concern mendalam untuk segera dicari solusi bersamanya seperti apa,” jelasnya. 

Pada agenda Consideration of Management Measures, tim yang diketuai oleh Indonesia dan beranggotakan Bangladesh, India, Pakistan, Madagascar, Malaysia, Maldives, Mozambique, Somalia, South Africa, dan Sri Lanka itu memaparkan proposal terkait strategi manajemen rumpon hanyut bertajuk On Management of Drifting Fish Aggregating Devices (DFADs) in the IOTC Area of Competence.

Beberapa solusi dan konsesi yang diusulkan terkait dengan pengelolaan rumpon hanyut di Samudera Hindia. Salah satu di antaranya, menghilangkan ambiguitas dan meningkatkan manajemen, meningkatkan transparansi, serta mengurangi dampak terhadap spesies langka, terancam punah, dan dilindungi serta keanekaragaman hayati.

Indra berharap, dengan dilakukannya pengesahan laporan sesi khusus ke-6 IOTC mampu diimplementasikan secara efektif untuk memastikan keberlanjutan perikanan tuna tropis purse seine dan ekosistem laut yang terkait.

Artikel Terkait

Terkini