Pemanasan Global 250 juta tahun lalu memusnahkan spesies mamalia. Sekarang lebih buruk, manusia bakal punah?

Koridor.co.id

Ilustrasi dinosourus yang hidup di zaman mesozoikum
Ilustrasi dinosaurus yang hidup di zaman mesozoikum

Pemanasan global pernah menjadi pada saat bumi masih muda. Menjelang akhir Periode Permian sekitar 250 juta tahun lalu, dua letusan gunung berapi besar menyebabkan suhu global meningkat sekitar 30°C.

Peneliti dari Universitas Harvard Tiago R. Simoes menyampaikan akibat letusan gunung berapi melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer, yang mengakibatkan efek pemanasan global sangat besar.

“Dampaknya permukaan laut pada dasarnya sepanas bak mandi air panas Anda,” ujar Tiago seperti dikutip dari New Scientist.

Imbas kenaikan suhu mendorong ledakan kelimpahan dan keanekaragaman reptil. Mereka mengisi celah yang ditinggalkan oleh kepunahan massal mamalia seperti diperkirakan sebelumnya.

Tiago menuturkan ledakan itu mungkin tidak setenar serangan asteroid baru-baru ini yang diyakini membuat dinosaurus musnah. Namun, letusan gunung berapi tersebut menjadi salah satu peristiwa kepunahan massal yang paling merusak dalam sejarah bumi. Ledakan kedua yang lebih kuat memusnahkan 86 persen jenis spesies.

Planet ini sudah berada dalam tren pemanasan, tetapi letusannya memicu gelombang panas selama kira-kira 20 juta tahun.

Nenek moyang mamalia awal mulai mati secara massal, reptil tampaknya berevolusi dengan kecepatan sangat tinggi, mulai dari makhluk mirip tokek kecil di darat hingga ichthyosaurus yang mendominasi di laut.

Tiago dan rekan-rekannya menghabiskan delapan tahun untuk mengukur dan membandingkan fosil museum dari amniota yang telah punah – nenek moyang mamalia, reptil, dan burung berkaki empat – yang hidup dalam periode 70 juta tahun sebelum dan 70 juta tahun setelah peristiwa kepunahan besar.

Dia menyusun 348 karakteristik morfologi, seperti dimensi tengkorak dan panjang ekor, untuk 1000 spesimen fosil dari 125 spesies. Kemudian, dia dan timnya membandingkan informasi tersebut dengan suhu global selama periode yang sama.

Analisis statistik mereka mengungkapkan bahwa reptil meningkat dalam jumlah dan keragaman sekitar 40 juta tahun sebelum ledakan dramatis, menunjukkan keberhasilan reptil terkait dengan iklim yang memanas, bukan hilangnya kompetisi mamalia secara tiba-tiba.

“Saat Anda mencapai puncak perubahan iklim itu, reptil telah berevolusi cukup cepat, Pengambilalihan reptil ini sudah berlangsung,” ujar Tiago.

Peneliti dari American Museum of Natural History di New York Christoher Raxworthy mengatakan, iklim baru itu dapat merangsang evolusi untuk akhirnya menghasilkan bentuk-bentuk baru yang sangat beragam.

Christopher mencatat, dibandingkan dengan laju cepat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, bentangan pemanasan ini terjadi relatif lambat. “Kami tidak akan benar-benar melihat implikasi evolusioner dari perubahan iklim yang kami dorong sekarang selama jutaan tahun. Konsekuensinya bisa berpelukan.”

Pertanyaannya, apakah pemanasan global yang kini menjadi ancaman bisa membuat umat manusia punah. Bisa jadi melonjaknya suhu, badai lebih kuat, banjir yang semakin intensif, dan musim kebakaran yang lebih lama dan lebih parah.

Perubahan iklim akan menghasilkan “penderitaan yang tak terhitung” bagi umat manusia.

Pakar ilmu atmosfer dari Penn State University dan penulis buku The Climate War: The Fight to Take Back Our Planet mengatakan tidak ada bukti skenario perubahan iklim yang akan membuat manusia punah.

“Hanya saja ada kemungkinan bahwa perubahan iklim masih akan mengancam kehidupan ratusan juta orang, di antaranya menyebabkan kelangkaan makanan dan air, yang berpotensi memicu keruntuhan masyarakat dan memicu konflik global,” ungkap Mann seperti dikutip dari Live Science.

Manusia mendorong meningkatnya jumlah gas rumah kaca, seperti karbon dioksida dan metana, di atmosfer melalui pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas lainnya.

Gas-gas ini menjebak dan menahan panas dari matahari, menyebabkan suhu global meningkat dan iklim berubah lebih cepat daripada yang seharusnya dan menempatkan umat manusia di jalur berbahaya.

Artikel Terkait

Terkini