PATGTL Badan Geologi ungkap muka air tanah artesis di Bandung turun lebih 40 meter, kecemasan krisis air mencuat

Koridor.co.id

Ilustrasi pemandangan kota Bandung dari atas-Foto: Irvan Sjafari,

Rhyma Permatasari masih mengucapkan syukur bahwa di tempat tinggalnya di kawasan Cipaku,  Ledeng masih banyak mata air tersedia. Keluarga perempuan kelahiran 4 Februari 1994 ini sejak turun-temurun tinggal di kawasan ini. Rumah yang ditempatinya adalah kediaman pertama di kawasan Cipaku.

“Makanya ada gang namanya Arsadi, Itu kakek dari ibu saya,” ungkap sarjana psikologi sebuah universitas di Bandung ini ketika dihubungi Koridor, Kamis, 9 Februari 2023.

Sebagai warga Bandung, Rhyma melontarkan kecemasannya kalau sampai terjadi krisis air tanah dan akhirnya berdampak pada air minum yang disalurkan oleh PDAM Bandung. “Untuk PDAM di kawasan saya masih melimpah. Hanya dulu 50 liter per detik bisa mencapai 50 liter per detik, sementara terakhir saya ketahui hanya sekitar 15 liter per detik.”

Dulu di beberapa mata air dekat permukiman, ph nya 9. Dan saat ini  sudah berubah phnya ada yang 8. Kondisi ini membuat Rhyma semakin cemas.  Dia bersama kawan-kawannya terus berjuang untuk menyuarakan pentingnya menjaga lingkungan, khususnya konservasi air.

“Saya rasa sebagian orang bukan tidak peduli tapi lebih tepatnya mereka belum tahu secara pasti  dampak dari krisis air ini seperti apa,” imbuhnya, seraya mengatakan untuk semua pihak bijak menggunakan air.

Dia bersyukur ledeng saat ini bisa di bilang surga yang tersisa sebagai green belt kota Bandung. Secara pribadi dia meminta kepada yang berwenang  lahan-lahan hijau ini perlu dibuatkan Perda, untuk menjadikan tempat larangan pembangunan gedung baru.

Rifky, warga Buah Batu juga mengungkapkan kecemasannya. Air tanah di Bandung rata rata harus gali dalam minimal kelas jet pump, terutama perkotaan, banyak yang harus menembus batu karang sebelum mendapatkan air tanah.

“Kalau daerah pinggir banyak bekas sawah, air tanah bau besi kalau gali nggak dalam,makanya harus menggunakan sistem gali siebel itu kelas di atasnya jet pump, sangat dalam dan mahal harganya,” ujarnya.

Dia menyebut biaya jet pump bisa mencapai Rp15 jutaan. Sementara kalau menggunakan Siebel bisa mencapai Rp4 jutaan. Orang yang tinggal di Kota Bandung rata-rata pelanggan PDAM.

Air tanah menjadi isu yang mengkhawatirkan di Kota Bandung mengawali 2023 ini. Berdasarkan pantauan Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi, kondisi air tanah di Bandung mengalami kondisi kritis hingga rusak parah.

Hal ini ditunjukkan dari fenomena penurunan muka air tanah di sejumlah wilayah, termasuk Kota Bandung. Merujuk pada sumur pantau air tanah, muka air tanah artesis di Bandung telah turun lebih dari 40 meter di bawah muka tanah.  

Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, salah satu upaya yang dapat didorong untuk menangani persoalan ini adalah dengan memperbanyak wilayah resapan air melalui pembukaan ruang terbuka hijau. Semakin banyak tempat-tempat resapan air, didukung oleh program tabung air melalui kolam retensi maupun drumpori, maka akan mampu meningkatkan muka air tanah yang kini semakin menyurut. 

“Mudah-mudahan dengan memperbanyak wilayah resapan air ini muka tanah kota bandung kembali naik dan kebutuhan air masyarakat kota bandung bisa terpenuhi dan terjaga,” kata Yana.

Fenomena menurunnya muka air tanah, menurut Yana, dipengaruhi kontur geografis Kota Bandung yang berbentuk cekungan, khususnya di wilayah Gedebage yang berbentuk seperti ‘mangkuk’. Kondisi ini perlu diantisipasi dengan memperbanyak lahan-lahan resapan air di hulu, khususnya di wilayah Bandung Utara.

Sebelumnya, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi  Rita Susilawati  mengatakan, untuk kondisi di dataran Bandung, air tanah dikatakan aman bila muka air tanah artesis berada pada kedalaman kurang dari 20 meter di bawah muka tanah setempat.

Namun, pihaknya masih mengkaji keterkaitan antara penurunan muka tanah dengan penurunan muka air tanah di Bandung Raya.

“Sebab, penurunan muka air tanah merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan muka tanah atau sering disebut dengan amblesan tanah,” ujar Rita dalam siaran persnya akhir pekan ini.

Berdasar analisisnya,  sejauh ini wilayah yang muka air tanahnya masuk ke kategori rusak ada di wilayah Rancaekek, Leuwigajah, serta beberapa wilayah lain. Penurunan muka air terjadi, antara lain disebabkan oleh pengambilan air tanah untuk berbagai keperluan, terutama industri, hotel, dan lainnya. 

Menurutnya, izin pengambilan air tanah untuk berbagai keperluan selama ini ada di pemerintah daerah masing-masing. Namun kini perizinan itu berada di Badan Geologi, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. 

Rita Susilawati memastikan akan berhati-hati untuk memberikan izin pengambilan air tanah dalam skala besar. Termasuk di wilayah Cekungan Air tanah (CAT) Bandung-Soreang yang wilayahnya meliputi Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan sekitarnya.

Rita pun, akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan moratorium pada wilayah yang mengalami kerusakan air tanah di wilayah Bandung Raya. 

“Sebab air merupakan kebutuhan primer untuk kehidupan masyarakat sehingga perlu kebijaksanaan guna mengatasi kondisi penurunan muka air tanah tersebut,” katanya.

Artikel Terkait

Terkini