Komunitas warga bisa menciptakan ruang publik untuk rekreasi sekaligus edukasi

Koridor.co.id

Komunitas Mina Juliantara Asri
Komunitas Mina Juliantara Asri. (Foto: Dokumentasi pribadi Komunitas Mina)

Warga RT 60 dan RT 62, Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta membuktikan dengan gotong royong bisa menciptakan ruang publik yang mempunyai multifungsi. Mereka membentuk sebuah kelompok tani yang dinamakan Juliantoro Asri. Para warga kemudian membersihkan selokan sepanjang 140 meter dan lebar 3 meter dan tentunya sudah mengurus perizinan.

Bendahara Juliantoro Asri, Sinta Dewi menuturkan selokan dibersihkan dari sampah dengan sekat jaring besi sebanyak lima buah hingga tidak mengurangi debit air. Kemudian hasilnya selokan yang tadinya digunakan untuk menampung air sudah bersih dan jernih itu digunakan untuk pembesaran ikan nila.

“Untuk menjaga air tetap bersih, kami menggunakan sistem piket. Hasilnya, setiap tiga atau empat bulan, warga bisa panen ikan nilai,” ujar Sinta kepada Koridor, Kamis, 19 Mei 2022.

Tentu awalnya butuh perjuangan untuk menyadarkan masyarakat. Perlahan-lahan selokan ini bersih dan mereka mulai membudidayakan ikan. Para pengurus lebih dulu mengajukan permintaan bibit ikan ke Dinas Kelautan dan Perikanan DIY. Saat itu, Pemda memberikan bantuan bibit ikan sebanyak 15 ribu ekor benih ikan nila. Saat panen puncak, kelompok itu pernah panen ikan mencapai 1,8 ton. Namun saat pandemi Covid-19 panen hanya berkisar antara 1-1,6 ton. Bahkan kalau anjlok hanya mencapai 800 kilogram.

Selain meraih manfaat secara ekonomis dari panen ikan, komunitas ini menciptakan ruang publik yang asri hingga mendatangkan warga dari tempat lain untuk berekreasi.

“Alhamdulillah pada masa pandemi Covid-19 masih ada pengunjung yang datang, baik bersepeda, atau kendaraan umum. Ada siswa, ayah dan ibu yang membawa anak-anaknya, bahkan ada yang melakukan studi banding ingin menjadikan selokan di wilayahnya seperti kami,” ungkap Sinta.

Ada beberapa paket wisata yang ditawarkan. Yakni, paket wisata minimal dengan pemesanan 15 paket dengan harga Rp5.000 dan Rp10.000 setiap paket, masing-masing akan mendapatkan fasilitas mulai dari proses pemberian pakan ikan, baby nila, hingga panduan budidaya dan pemanfaatan ikan.

Tentunya komunitas ini menghadapi kendala, yaitu harga pelet atau pakan ikan. Untuk itu pihaknya memutuskan untuk membuat pakan sendiri secara mandiri. Komunitas juga berharap ada pelatihan pembuatan pakan ikan dari pemerintah.

Aktivitas dan kreasi warga pernah mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengapresiasi ide kreatif warga Gedongkiwo ini. Heroe berharap selokan ikan ini bisa menjadi salah satu paket kampung wisata.

Gagasan hampir sama, dan sebangun ini juga terjadi di Kota Bandung. Sekitar 2020 suatu kelompok anak muda yang tergabung dalam Pemuda Pemudi Cipaku (Papici) di RW 02 Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung, Jawa Barat ini juga bergerak mengubah selokan penuh sampah dan bau menjadi bersih dan kemudian ditanami ikan.

Selain penyemaian ikan, mereka juga menanam tanaman secara hidroponik di dinding selokan. Mereka menamakan gerakan mereka sebagai Gerakan Sustainable Cipaku

Juru Bicara Papici sekaligus penggagas gerakan Sustainable Cipaku, Rhyma Permatasari, menyampaikan awalnya selokan ini dipenuhi sampah. Kemudian dirinya bersama teman-temannya mendorong warga agar mengubah kebiasaan membuang sampah ke selokan. Hasilnya adalah ruang publik asri yang bahkan bisa dinikmati pengunjung dari luar.

“Setelah selokan bersih kami menebar sekitar 1.000 ekor bibit ikan lele dan 250 ekor bibit ikan nila di selokan yang melintasi RW 04 dan RW 05 Kelurahan Ledeng,” ujar perempuan kelahiran 1994 ini.
Sayangnya gerakan ini hanya mampu bertahan selama setahun, karena kurangnya dukungan dari pemerintah terutama di tingkat lokal.

Tidak putus asa, alumni Fakultas Psikologi Universitas Maranatha ini kemudian mendirikan Yayasan Cinta Alam Indonesia (CAI) pada 2021. Tujuannya membersihkan kawasan sekitar Ledeng hingga menemukan tempat rekreasi baru seperti curug dan membuat jalur untuk hiking.

Jadi tampaknya, semangat dari akar rumput untuk menciptakan ruang publik di lingkungannya asri, tidak cukup. Pemerintah setempat tidak saja memberikan apresiasi tetapi juga perlu memberikan dukungan, karena bagaimanapun juga demi kepentingan kota.

Artikel Terkait

Terkini