
Pakar pertanian dari Universitas Widyagama Suslam Prataningtyas mengatakan sekali pun perkembangan produksi komoditas Apel Malang, khususnya di Kota Batu, Jawa Timur, bisa dikatakan telah melewati masa puncak kejayaannya, namun tidak dapat dikatakan telah benar-benar hilang.
Dulu, apel tumbuh subur di daerah dengan ketinggian 800 mdpl. Kini terus naik hingga di daerah ketinggian 1.200 mdpl. Dulu di Malang, suhu udara bisa sampai 32 derajat celsius. Temperatur udara menghangat hingga apel tak berbuah
Rekor terdingin di Malang pada Agustus 1994 mencapai 11,3 derajat celsius. Temperatur udara menghangat hingga apel tak berbuah. Sebagai catatan, apel hanya tumbuh baik dan berbuah pada suhu antara 16-27 derajat celsius.
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) pada 1984 mencatat 7,3 juta pohon pada 1988 berkembang jadi 9 juta pohon. Produksi apel naik dari 146.690 ton jadi 275.065 ton. Balitjestro mengoleksi plasma nutfah apel sekitar 73 varietas.
Beberapa tahun terakhir ini produksi apel anjlok. Badan Pusat Statistik Kota Batu mencatat produksi apel di wilayah ini terus menurun sejak 2018-2020. Tadinya 545.320 kwintal (54.532 on) pada 2018, turun menjadi 505.254 kwintal (50.525 ton) pada 2019, lalu merosot menjadi 231.764 kwintal (23.176 ton) pada 2020.
Sementara lahan tanaman apel di Kabupaten Malang pun menyusut semula 1.016 hektare, tersisa 370 hektare. Alih lahan apel ke tanaman lain terjadi sejak 2011.
Suslam mengungkapkan menurunnya tingkat kesuburan tanah karena penggunaan kemikalia pertanian, berupa pupuk dan obat-obatan pengendali hama dan penyakit tanaman secara masif dan terus menerus sejak 1960-an, untuk mempertahankan produksi pertanian, khususnya komoditi apel sebagai andalan Kota Batu
“Karena menurunnya tingkat kesuburan tanah maka produksi Apel Batu menjadi turun setiap tahun, secara kuantitas, tonase menurun, ukuran buah menjadi lebih kecil dan secara kualitas kesegaran dan kemanisan buah menjadi berkurang,” ujar Suslam kepada Koridor, Selasa, 21 Februari 2023.
Seharusnya pemerintah dalam memuliakan Apel Batu belajar dari Apel Fuji yang berasal dari Jepang. Petani Jepang telah sadar lingkungan sejak 1960-an. Mereka bercocok tanam dengan sangat baik. Lahan mereka terpelihara, sehingga respon tanaman terhadap pupuk sangat bagus, apalagi pemerintah Jepang sangat mendukung bidang pertanian dengan subsidi.
Apel Fuji juga merupakan produk pemuliaan tanaman, yang dirakit untuk menghasilkan produksi tinggi, tahan terhadap serangan hama penyakit dan cekaman lingkungan, serta responsif terhadap pemupukan.
“Sedangkan Apel Batu belum pernah dimuliakan, karena Indonesia bukan negara yang mempunyai sumber genetik apel, dan lingkungan fisik juga tidak mendukung,” pungkasnya.