Kepala Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan jajarannya dan pihak terkait mampu mencegah cuaca ekstrem dan tingginya intensitas hujan di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat pada hari-hari menjelang pergantian tahun. Mereka menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Dwikorita menuturkan pelaksanaan operasi TMC ini merupakan kolaborasi BMKG bersama BRIN, BNPB, TNI Angkatan Udara, Pemprov DKI dan Jabar, serta Kementerian Perhubungan tersebut mulai dilakukan sejak 29 Desember 2022.
“Sedikitnya 30 ton NaCl disemai menggunakan dua pesawat yaitu Pesawat Cassa 212 dan CN 295 dari Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh, Malang,” papar Dwikorita dalam siaran pers, Sabtu, 31 Desember 2022.
Metode seperti ini bukan satu-satunya yang bisa diterapkan. Ada metode lain yang bisa dilakukan untuk menghantarkan bahan semai itu ke awan.
Para peneliti mulai mengembangkan metode baru ini dalam beberapa tahun terakhir. Yaitu dengan penyampaian bahan semai ke dalam awan dari darat, di antaranya menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG) dan wahana Pohon Flare untuk sistem statis.
Metodenya berbeda dengan cara memanfaatkan keberadaan awan orografik dan awan yang tumbuh di sekitar pegunungan sebagai targetnya. Metode GBG dan Pohon Flare digunakan di wilayah yang mempunyai topografi pegunungan.
Seperti dikutip dari Britannica era modern modifikasi cuaca ilmiah dimulai pada 1946 dengan karya Vincent J. Schaefer dan Irving Langmuir di General Electric Research Laboratories di Schenectady, New York.
Schaefer menemukan bahwa ketika butiran es kering (karbon dioksida beku) dijatuhkan ke dalam awan yang terdiri dari air, tetesan dalam kotak deep-freeze, tetesan dengan cepat digantikan oleh kristal es, yang ukurannya bertambah dan kemudian jatuh ke dasar kotak.
Eksperimen Schaefer-Langmuir di laboratorium dan atmosfer menunjukkan bahwa apa yang disebut awan superdingin—yakni awan yang terdiri dari tetesan air pada suhu di bawah titik beku—dapat menghilang. Ketika awan yang sangat dingin ditaburi butiran es kering, kristal es terbentuk dan tumbuh cukup besar untuk jatuh dari awan.
Zat tertentu selain es kering dapat digunakan untuk menyemai awan. Misalnya, ketika perak iodida dan timbal iodida dibakar, mereka menghasilkan asap dari partikel-partikel kecil. Partikel-partikel ini menghasilkan kristal es di awan superdingin di bawah suhu sekitar −5° C saat tetesan awan superdingin menguap.
Uap air kemudian bebas mengendap ke kristal iodida perak atau timbal iodida. Meskipun banyak bahan lain yang dapat menyebabkan kristal es terbentuk, yang disebutkan di atas adalah yang paling banyak digunakan.
Sebagian besar, es kering tersebar dari pesawat terbang, tetapi inti perak iodida dapat dihasilkan di tanah dan dibawa ke atas oleh arus udara, diperkenalkan dari pesawat terbang, atau diproduksi oleh perangkat piroteknik seperti roket atau peluru artileri yang meledak.
Tentu saja Amerika Serikat kerap menggunakan TMC dengan sebesar 61% berada dalam kekeringan, terutama di wilayah bagian barat praktik yang yang dilanda kekeringan.
Seperti dikutip dari https://edition.cnn.com/2022/03/14/weather/cloud-seeding-weather-modification-wxn/index.html Manajer Program Modifikasi Cuaca Wyoming Julie Gondzar mengakui bahwa dia mendapat banyak telepon tentang apa yang mereka lakukan.
Gondzar mengatakan di wilayah Barat saat ini air adalah emas cair. Wyoming memulai penyemaian awan pada 2003 sebagai bagian dari penelitian. Selama delapan musim, mereka mulai melakukannya dalam kapasitas resmi setelah studi 10 tahun mereka membuktikannya berhasil.
“Pada musim panas 2022 kami telah melakukan 28 misi penerbangan untuk penyemaian awan di Wyoming,” ujarnya.
Menjelaskan begitu pilot terbang ke dalam badai, mereka menyalakan selongsong karton yang penuh dengan iodida perak dan “menyemai” awan. Hasilnya adalah lebih banyak kelembapan di awan, menghasilkan lebih banyak presipitasi.
Perak iodida adalah senyawa garam alami, Alasan digunakannya adalah karena bentuk geometris hingga ke tingkat molekuler sangat mirip dengan kristal es.