Kolaborasi Belantara Foundation dan berbagai pemangku kepentingan berhasil menanam spesies pohon asli yang terancam punah. Total area restorasi seluas 75 hektare

Koridor.co.id

Ilustrasi-Foto: Dokumentasi Belantara Foundation.

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu awal mulanya merupakan dua hamparan kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) yang terbentang terpisah. Kawasan Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektare (ha) menempati posisi di bagian Utara Kabupaten Siak, sedangkan SM Bukit Batu seluas 21.500 ha berada di barat daya Kabupaten Bengkalis.

Kawasan ini merupakan bentangan alam berupa hutan rawa gambut serta perairan dan tasik (danau) dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Cagar ini diresmikan  pada 26 Mei 2009 di Republik Korea. Cagar biosfer baru ini melengkapi cagar biosfer Indonesia lainnya.

Dalam pertemuan internasional terkait konservasi keanekaragaman hayati dan pemberdayaan masyarakat lokal untuk pemulihan ekonomi dan ekosistem di cagar biosfer mulai 14 Maret hingga 16 Maret 2023 di Semarang, LSM Belantara Foundation membahas isu Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna menyampaikan sejak 2020 hingga 2023, pihaknya bersama pemangku kepentingan setempat telah merestorasi lahan gambut yang terdegradasi di kawasan itu. Kolaborasi ini berhasil  menanam spesies pohon asli dan terancam punah. Hingga kini, total area yang telah direstorasi seluas 75 hektare.

Belantara Foundation menggandeng berbagai kelompok pemangku kepentingan tersebut terdiri atas sektor pemerintah, swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Di antaranya, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, APP Sinarmas, Proforest, Earthworm, Winrock, Koalisi CORE dan WRI Indonesia.

Setiap sektor memiliki peran penting masing-masing yang berfokus pada program restorasi ekosistem, proteksi dan konservasi keanekaragaman hayati serta pemberdayaan masyarakat.

Lembaga ini juga mendukung LSM lokal untuk melestarikan gajah sumatera beserta habitatnya. Implementasi yang dilakukan yaitu membantu mengembangkan dan memberikan peningkatan kapasitas bagi enam kelompok masyarakat desa untuk memitigasi konflik manusia-gajah.

“Di antaranya membangun menara pemantauan, melakukan edukasi dan penyadartahuan di tujuh sekolah dasar yang berdampingan dengan habitat gajah, patroli mitigasi konflik manusia-gajah dengan luas area lebih kurang 88.000 hektar,” ujar Dolly dalam keterangan persnya, yang diterima Koridor, Senin, 20 Maret 2023.

Belantara Foundation mendukung masyarakat lokal untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif. Dukungan tersebut berupa memberikan peningkatan kapasitas untuk budidaya madu dan budidaya ubi kayu, memasang 45 papan nama yang menginformasikan bahaya kebakaran hutan, larangan pembakaran hutan, dan larangan penebangan liar.

Di samping itu, Belantara Foundation juga mendukung dan mengembangkan Stasiun Penelitian Lahan Gambut Humus di Cagar Biosfer GSK-BB untuk penelitian jangka panjang tentang ekosistem lahan gambut dan keanekaragaman hayati di dalamnya.

“Stasiun penelitian ini menyediakan fasilitas, infrastruktur, serta peningkatan kapasitas bagi mahasiswa, dosen, peneliti, praktisi, dan lainnya” ujar Ketua LPPM Universitas Pakuan ini.

Dolly berharap stasiun penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk melakukan kajian jangka panjang terkait ekologi dan keanekaragaman hayati hutan gambut. Pihaknya mengundang mitra yang punya komitmen terkait hal ini.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Anang Setiawan Achmadi mengemukakan bahwa keberadaan Cagar Biosfer GSK-BB dirancang untuk menyelaraskan antara konservasi keanekaragaman hayati dengan kepentingan sosial-ekonomi sekaligus melestarikan nilai-nilai budayanya.

Cagar biosfer adalah kawasan yang terdiri atas ekosistem unik, asli atau terdegradasi. Akan tetapi, keberadaannya dilindungi serta dilestarikan untuk tujuan penelitian dan pendidikan. Salah satunya adalah Cagar Biosfer GSK-BB, Riau.

Artikel Terkait

Terkini