Petaka debu kuning terjadi karena angin musim semi membawa badai pasir dari gurun Gobi yang berbatasan dengan Tiongkok dan Mongolia mencapai semenanjung Korea dan tahun ini, lebih jauh ke timur ke Jepang.
Seperti dilansir dari BBC dan First Post mereka yang bermukim di Seoul menyaksikan cakrawala Seoul memudar menjadi awan kuning keabu-abuan.
Mereka lalu lalang di jalan memakai masker wajah dan jaket berkerudung. Langit berkabut ini membuat jarak pandang berkurang.
Debu kuning memperburuk polusi udara dan menempatkan orang pada risiko penyakit pernapasan yang lebih besar karena partikelnya cukup kecil untuk dihirup ke dalam paru-paru.
Namun warga Seoul seperti Eom Hyeojung mengaku tidak punya cara menghindari debu kuning. Dia tetap mengirim putrinya ke sekolah meskipun ada risiko kesehatan.
“Seperti yang sering terjadi, seperti setiap tahun, saya membiarkannya pergi. Menyedihkan, tapi saya pikir itu hanya menjadi bagian dari hidup kami,” kata guru berusia 40 tahun dari Seoul itu.
Hal senada juga diungkapkan Han Junghee, seorang telemarketer berusia 63 tahun. Dia menyampaikan langit tampak semakin suram dari hari ke hari sehingga dia menghindari olah raga di luar ruangan.
Badai pasir di wilayah tersebut telah meningkat frekuensinya sejak 1960-an karena kenaikan suhu dan curah hujan yang lebih rendah di hutan belantara Gobi.
Tahun ini, badai pasir mulai menerpa beberapa bagian Tiongkok sejak Maret lalu. Badai ini yang membuat langit menguning. Dalam dua minggu pertama April saja, telah terjadi empat badai pasir dan yang terakhir meninggalkan mobil, sepeda, dan rumah yang tertutup debu.
Seorang wanita berusia 31 tahun di Beijing yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan dia tertutup debu “seperti prajurit terra cotta” setelah berlari sebentar di luar rumahnya.
“Bahkan kamar tidur saya bau tanah ketika saya pergi tidur. Kami sudah terbiasa dengan cuaca badai pasir di sini di Beijing karena terjadi setiap musim semi. Tapi kali ini anginnya terlalu kencang. Saya yang kurang beruntung,” katanya.
Badai pasir pada 11 April 2023 membuat gedung-gedung tinggi di distrik Pudong Shanghai menjadi hanya garis di langit malam. Dua belas provinsi ditempatkan di bawah peringatan badai pasir pada hari berikutnya.
Pada puncak badai pasir terbaru, konsentrasi debu halus atau PM 10 di Beijing mencapai 46,2 kali nilai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia.
Di Seoul, tingkat PM 10 dua kali lipat dari ambang batas pemerintah untuk memenuhi syarat sebagai sangat buruk bagi kesehatan. Di kota Ulsan, tenggara ibu kota, bahkan lebih tinggi.
Risiko kesehatan dari partikel PM 10 bersifat langsung karena mudah terhirup. Satu partikel berdiameter lebih kecil dari rambut manusia.
Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang mengatakan bahwa debu kuning dapat menyebabkan mata gatal, konjungtivitis, pilek, dan bersin.
Laporan Mainichi Shimbun menyebutkan debu kuning memberikan risiko peningkatan risiko penyakit sistem peredaran darah, seperti stroke dan infark jantung (semacam penyumbatan).
Badan Meteorologi Jepang mengatakan pada 12 April 2023 bahwa debu kuning mencapai prefektur barat Shimane, Fukuoka, Saga, Nagasaki, Yamaguchi, Tottori dan Hiroshima.