Indonesia adalah rumah bagi 10 persen tumbuhan berbunga, 15 persen serangga, 25 persen ikan, 16 persen amfibia, 17 persen burung dan 12 persen mamalia yang ada di dunia. Indonesia merupakan negara megabiodiversitas.
Indonesia memiliki sekitar 28.000 spesies tumbuhan berbunga (urutan ke-7 dunia), 122 spesies kupu-kupu sayap burung (urutan ke-1 dunia yang mana 44 persennya merupakan spesies endemik), 409 spesies amfibi (urutan ke-5 dunia), 755 spesies reptilia (urutan ke-3 dunia), 1.818 spesies burung (28 persen di antaranya endemik) dan 776 spesies mamalia (36 persen di antaranya endemik).
Demikian antara lain ungkap Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna dalam Kuliah Umum tentang Biodiversitas Indonesia di Auditorium Biologi Tropika, Fakultas Biologi UGM, beberapa waktu lalu. Kuliah umum ini merupakan kerja sama antara Belantara Foundation dan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sayangnya keanekaragaman hayati Indonesia juga menghadapi berbagai ancaman, seperti degradasi habitat, hama dan penyakit, pencemaran, perburuan dan perdagangan flora dan satwa lair illegal, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan lainnya.
“Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati sangatlah penting untuk dilakukan segera dan mendesak guna menjaga keberlanjutan keanekaragaman hayati di Indonesia” ujar pengajar di Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.
Dia meminta para mahasiswa mengintip adanya peluang karir di bidang konservasi yang sangat menjanjikan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan makin bertumbuhnya organisasi dan lembaga nirlaba yang berfokus pada bidang konservasi keanekaragaman hayati.
Demikian juga dengan industri sektor swasta dan lembaga pemerintah, serta media lingkungan. Sejak dua dekade lalu, perusahaan-perusahaan swasta mulai berlomba-lomba menunjukkan komitmen “hijau”, sehingga ini menjadi peluang yang amat besar bagi kita yang belajar ilmu biologi.
Dalam bidang konservasi, terdapat berbagai peluang karir seperti ahli valuasi dan asesmen nilai konservasi tinggi, manajer proyek konservasi, ahli kebijakan konservasi, dan lain sebagainya.
“Saya berharap mahasiswa sebagai generasi penerus dapat lebih memahami arti pentingnya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia dan peluang karir di bidang konservasi,” katanya.
Keanekaragaman Hayati (Kehati) ini juga kerap disuarakan para biolog. Di antaranya Guru Besar Fakultas Biologi Unas Prof. Dr. Dedi Darnaedi yang mengingatkan Kehati memberikan jasa lingkungan bagi manusia dengan adanya formasi ekosistem dengan keunikan di dalamnya. Hutan dapat melindungi keseimbangan siklus hidrologi dan tata air sehingga mampu mencegah bahaya banjir dan kekeringan.
Sayangnya keberadaan Kehati di ekosistem, tidak luput dari ancaman kepunahan. Ancaman terbesarnya disebabkan oleh hilangnya habitat. Kehilangan habitat terutama disebabkan oleh kerusakan habitat, baik karena bencana alam, juga kebakaran hutan.
“Selain itu ada ancaman pencemaran lingkungan dan perubahan iklim yang berakibat pada rusaknya habitat Kehati, penggunaan hutan atau habitat untuk lahan pertanian, pertambangan, industri mau pun permukiman dan perburuan Kehati yang didorong oleh perdagangan secara ilegal,” ujarnya di situs UNAS.