Sejak 2013, Amalia terlibat dalam konservasi bekantan (Nasalis Larvatus) dengan mendirikan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). Bekantan, satwa endemik Pulau Kalimantan yang telah ditetapkan sebagai fauna maskot Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990.
Sayangnya keberadaan “Si Pemalu” ini kini semakin terancam akibat menyusutnya habitat, juga perburuan serta perdagangan satwa.
Status konservasi Bekantan oleh IUCN Redlist sejak 2000 dimasukkan status konservasi kategori Endangered (Terancam Kepunahan) setelah sebelumnya masuk kategori “Rentan” (Vulnerable; VU). Bekantan juga terdaftar pada CITES sebagai Apendix I atau tidak boleh diperdagangkan secara internasional.
Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat ini menyampaikan bekantan hewan dengan ciri khas unik warnanya kuning, primata ini bisa menyelam dan berenang, punya selaput renang. Sedangkan jantan mempunyai hidung besar.
“Penyelamatan bekantan sejalan dengan restorasi mangrove. Penurunan populasi 2013 jumlah bekantan 5.000-an individu menjadi 3.000-an saat ini. Hampir 50 persen ini di kawasan konservasi. Di Banjarmasin populasi bekantan mengalami kepunahan,” ungkap Amalia Rezeki dalam Webinar bertajuk ‘Inspirasi dari Anak Muda Pemenang Kalpataru’ yang digelar Forum Pojok Desa, Selasa, 2 Agustus 2022.
Menurut Amalia, ada beberapa sebab menurunnya populasi bekantan. Di antaranya, minimnya pengetahuan konservasi, ekowisatanya, permasalahan alih fungsi lahan, kebakaran lahan, penambak liar yang menghabiskan lahan mangrove tempat habitat bekantan, pebangunan jalan raya, hingga bekantan jadi obyek perburuan liar untuk didagangkan. Bahkan hingga kini masih ada yang makan bekantan.
“Kita menyelamatkan bekantan di Kalimantan Tengah dan pernah menggagalkan perdagangan internasional ilegal bekantan,” imbuh Amalia Rezeki.
Selama 5-7 tahun instens di konservasi setelah habitat bagus, Sahabat Bekantan mengembangkan ekowisata di Pulau Curiak. Dia dan timnya meningkatkan SDM masyarakat di sana sebagai pemandu wisata. Ibu-ibu mengelola kerajinan.
Di pulau itu, wisatawan bisa menyaksikan matahari terbit atau terbenam, mengamati kearifan lokal nelayan Sungai Barito, susur sungai berkeliling hutan mangrove dengan perahu, menambah wawasan tentang ekosistem lahan basah yang unik dan menarik.
SBI juga menjalankan strategi edukasi mendidik anak-anak yang kelak punya peran untuk menyadarkan orang tua.
Penghargaan Kalpataru bukan satu-satunya penghargaan yang diterima perempuan berusia 34 tahun ini. Amalia pernah menerima She Can Award 2015 bidang penyelamatan bekantan.
Tak hanya itu, dia dan tim SBI juga mendapatkan penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada Foresters Day 2019 melalui BKSDA Kalimantan Selatan.
Amalia juga menyabet penghargaan ASEAN Youth Eco-champions Award (AYECA) 2019 yang dilaksanakan di Kamboja. Amalia menyebut bahwa semua penghargaan itu, hasil kerja tim, bukan hanya dia.
Dunia konservasi bukan hal baru bagi Amalia. Pada 2010 dia mulai bekerja di Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia.
“Dengan sinergitas positif kita optimistis bisa memulihkan bekantan. Allah memberi amanah untuk mengelola. Kita memuliakan alam dan mendapatkan berkah. Ini kita rasakan cuaca ekstrim. Kita beri manfaat,” kata Amalia Rezeki.