Kelompok-kelompok ini muncul hampir bersamaan dalam lima atau enam tahun terakhir seiring dengan kesadaran pentingnya menjaga lautan yang sebetulnya menjaga masa depan umat manusia.
Pada 2015 tiga anak muda Swietenia Puspa Lestari, Nesha Ichida, dan M. Adi Septiono mendirikan Divers Clean Action pada 2015 untuk membersihkan sampah dalam lautan dengan memadukan kegiatan menyelam dengan konservasi.
Pada tahun yang sama artis Nadine Chandrawinata dan rekannya Dinni Septianingrum mendirikan Sea Soldier yang juga bergerak membersihkan sampah di pesisir. Mereka juga memberikan edukasi pada masyarakat dengan areal operasional hingga 14 daerah seluruh Indonesia.
Dua tahun kemudian di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, seorang anak muda bernama Muhammad Putra Ardiansyah menggagas Komunitas Laut Biru karena keprihatinannya melihat pesisir pantai di wilayahnya. Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu, juga mengedukasi anak-anak dan remaja untuk ikut membersihkan sampah, sekaligus melibatkannya dalam kegiatan konservasi.
Pada 2022, anak muda di Lombok bernama Rori Efendi bergerak mengumpulkan sampah, terutama sampah plastik di pesisir sebagai imbas dari pariwisata dan kegiatan di daratan. Dia menamakan kelompoknya sebagai Gerakan Laut Biru.
“Sampah-sampah plastik biasanya kami serahkan ke bank-bank sampah, tapi selain sampah plastik sejauh ini kami buang di tempat pembuangan akhir. Itu dulu yang kami lakukan, karena belum belajar cara mengolahnya,” jelas Rori, seperti dikutip dari TribunNews.
Pandemi Covid-19 melandai dan aktivitas wisatawan mulai kembali ramai memicu kekhawatiran mereka untuk mengantisipasi ancaman baru ini. Awal terbentuknya Gerakan Laut Biru bertepatan dengan periode diselenggarakannya event MotoGP Mandalika 2022.
Ghofar mengapresiasi gerakan bersih sampah di pesisir hingga audit mereka yang dilakukan berbagai komunitas anak muda. Namun upaya mereka membersihkan sampah di pesisir memang kurang signifikan mengurangi jumlah sampah laut yang angkanya mencapai ratusan ribu ton per tahun.
Apapun, inisiatif untuk melakukan audit merek dari sampah yang ditemukan saat bersih pantai dapat mendorong perusahaan atau produsen lebih bertanggung jawab atas kemasan atau produk mereka.
Temuan audit merek dapat menjadi media untuk kampanye ke publik tentang merek-merek tertentu yang paling mencemari pesisir dan laut kita. Upaya tersebut harus menjadi kampanye terstruktur sehingga menciptakan perubahan besar terutama demi mencapai komitmen pengurangan sampah sebesar 70 persen pada 2025.