“Anak-anak sangat rentan terhadap polusi udara, sejak mereka masih dalam kandungan hingga mencapai usia dewasa,” kata lembaga yang berbasis di Kopenhagen itu dalam laporannya seperti dirilis dari https://www.dw.com/en/air-pollution-killing-1200-young-people-in-europe-each-year/a-65414183
Menurut Badan Lingkungan Eropa (EEA) jumlah kematian dini pada kelompok usia ini relatif rendah dibandingkan total populasi Eropa yang diperkirakan setiap tahun. Hanya saja ,kematian di awal kehidupan menunjukkan hilangnya potensi masa depan dan datang dengan beban penyakit kronis yang signifikan, baik di masa kanak-kanak dan di kemudian hari.
Paparan polusi udara yang tinggi juga menyebabkan tingkat asma lebih tinggi, yang telah menimpa 9% anak-anak dan remaja di Eropa, serta berkurangnya fungsi paru-paru, infeksi saluran pernapasan, dan alergi.
Studi tersebut mengamati 30 negara, termasuk 27 anggota Uni Eropa, tetapi tidak mencakup negara-negara industri besar seperti Rusia, Ukraina, dan Inggris, yang menunjukkan bahwa jumlah kematian akibat polusi udara secara keseluruhan bisa lebih tinggi.
Polusi udara melebihi pedoman WHO
EEA mengatakan tingkat beberapa polutan udara utama “tetap di atas” pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di banyak negara Eropa, khususnya di Eropa tengah-timur dan Italia.
Diperkirakan 97% populasi perkotaan di antara negara-negara yang disurvei terpapar udara yang tidak memenuhi rekomendasi WHO tahun lalu.
EEA mengatakan emisi dari transportasi, industri, dan pemanasan harus dikurangi. Salah satu solusi praktis yang dilontarkan untuk menguntungkan anak-anak dalam jangka pendek adalah memperbaiki kualitas udara di sekitar sekolah dengan menambah ruang hijau.
Indonesia Posisi Nomor Empat
Bagaimana dengan Indonesia? Global Alliance on Health and Pollution melaporkan angka kematian akibat polusi udara termasuk tinggi dengan 232,974 orang per tahun. Capaian ini masih di bawah India sebesar 2.326.771 orang, Tiongkok 1,865,566 orang, serta Nigeria sebanyak 279,318 orang.
Direktur Utama Rumah Sakit Persahabatan Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) menyampaikan bahwa kemajuan teknologi, industri, dan transportasi jadi faktor peningkat pencemaran dan polusi udara. Polusi udara berkontribusi terhadap sekitar 11,65 persen kematian secara global dan merupakan salah satu faktor risiko beban penyakit.
Polusi udara tidak hanya mengambil tahun kehidupan seseorang, tetapi juga turut berdampak pada kualitas kehidupan seseorang saat masih hidup.
Beberapa penyakit yang diakibatkan oleh polusi udara di antaranya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), tuberkulosis (TB), asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru dan fibrosis paru.
Akibat pajanan polusi udara, rata-rata individu di Indonesia mengalami kehilangan 1,2 tahun usia harapan hidup dikarenakan kualitas udara di Indonesia gagal memenuhi kriteria konsentrasi PM2,5 yang ditetapkan oleh WHO.”
“Penduduk di kota besar seperti Jakarta dapat kehilangan sekitar 2,3 tahun usia harapan hidup apabila terpajan dengan level polusi udara yang sama secara terus menerus,” ujar Agus seperti dikutip dari https://fk.ui.ac.id/infosehat/gegara-polusi-udara-masyarakat-indonesia-bisa-kehilangan-12-tahun-usia-harapan-hidup/