
Peringatan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April 2023 mencuatkan beberapa isu. Yang pertama ialah gelombang panas pada tahun lalu membuat sebagian besar Bumi kering bahkan terbakar. Pada 2023 ini para ahli telah memperingatkan bahwa musim panas ini mungkin akan lebih buruk lagi.
Indikasinya sudah jelas. Seperti dilansir dari https://www.dw.com/en/earth-day-dw-looks-at-climate-protest-and-policy-in-2023/a-65406324 kekeringan pada musim dingin telah membuat sebagian Eropa merana. Layanan geologi Prancis BRGM telah memperingatkan bahwa permukaan air tanah berada pada titik terendah dalam sejarah. Beberapa sungai dan waduk telah mengalami penurunan permukaan air karena kurangnya curah hujan.
Spanyol, wilayah utara Catalonia juga diperkirakan akan memasuki “darurat” kekeringan. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan bahwa kekeringan akan menjadi perdebatan “sentral” bagi negara itu selama beberapa tahun mendatang.
Para ahli memproyeksikan panas yang hebat selama musim panas yang dapat berdampak buruk pada tanaman penting. Cuaca ekstrem secara umum juga memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.
Thailand juga mengeluarkan peringatan panas ekstrem untuk sebagian besar negara itu pada Sabtu, Reuters melaporkan, setelah suhu mencapai 42 derajat Celcius (100 Fahrenheit) di beberapa bagian Bangkok.
Isu kedua ialah politik iklim
Aktivis lingkungan telah menjadi berita utama dalam beberapa bulan terakhir dengan menargetkan simbol nasional dan politik utama di berbagai negara.
Kelompok protes Last Generation, mungkin paling dikenal karena membuat marah para pengemudi dengan memblokir jalan di Jerman dan Inggris, baru minggu lalu berhasil menarik perhatian dengan melemparkan zat mirip minyak ke pintu masuk markas Partai Demokrat Bebas Jerman (FDP).
Mereka memprotes upaya partai untuk menggagalkan penghapusan mobil berbahan bakar fosil yang direncanakan oleh Uni Eropa. Salah satu aktivis iklim terkemuka Jerman Luisa Neubauer, menyerukan bentuk protes yang lebih radikal sambil tetap fokus pada pembangkangan sipil tanpa kekerasan.
Salah satu contoh dari bentuk ketidaktaatan ini, meskipun pada akhirnya tidak berhasil, adalah pendudukan desa kecil Lützerath di Jerman barat pada bulan Januari yang telah dikutuk untuk dibuka untuk perluasan tambang batu bara terbuka di dekatnya.
Operasi aktivis melibatkan ratusan orang yang mendedikasikan banyak waktu dan tenaga, tetapi meskipun Jerman berjanji untuk menghapus batu bara pada tahun 2030, polisi menyingkirkan penjajah dan memberi jalan bagi ekskavator pemakan tanah raksasa.
Sementara pada 22 April 2023 ribuan aktivis Extinction Rebellion (XR) menandai Hari Bumi dengan demonstrasi di pusat kota London. Anggota kelompok iklim berkumpul di Parliament Square, di Westminster, pada hari Sabtu, untuk hari kedua dari apa yang mereka sebut “Yang Besar”.
Beberapa mengenakan pakaian mewah, termasuk jubah merah dan topeng Raja Charles III dan Perdana Menteri Rishi Sunak. Chris Packham memperingatkan planet ini “dalam krisis” saat berpidato di depan orang banyak.
“Planet kita sedang dalam krisis dan jika kita tidak mengambil tindakan maka kita tidak akan melindungi kehidupan itu, termasuk kita,” kata pria berusia 61 tahun itu seperti dikutip dari https://www.bbc.com/news/uk-england-london-65362335
Jo dari Bristol mengatakan dia datang ke demonstrasi karena dia ingin “mengirim pesan kepada pemerintah bahwa kami tidak akan menunggu sampai kami mendapatkan perubahan”.
Energi Terbarukan
Isu ketiga ialah Energi terbarukan. Sebuah laporan minggu kedua April 2023 mengungkapkan bahwa energi terbarukan dari angin dan matahari memecahkan rekor tahun lalu, menghasilkan 12% dari seluruh listrik global untuk pertama kalinya.
Dari segi energi terbarukan Eropa termasuk pesat sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari berkontribusi sebesar 38% dari bauran energi listrik di 27 negara di Uni Eropa pada 2020, sementara bahan bakar batu bara dan gas menyumbang 37%. Padahal EBT di Uni Eropa pada 2010 baru mencapai 22% dan energi fosil 49%.
Menurut Virio Andreyana, mahasiswa Magister Energi Terbarukan di Technisches Universität Berlin pesatnya perkembangan energi terbarukan di benua biru itu karen, Eropa itu adalah negara yang paling terlebih dahulu mengalami revolusi industri.
Mereka telah mengektraksi bahan bakar fosil di tanahnya mereka sehingga reservenya menipis dan harga produksinya tidak bisa bersaing dengan pasar energi global.
Sejak kasus embargo minyak pada tahun 1973 oleh negara timur tengah OPEC ke negara barat, negara di Eropa menyadari bahwa kemakmuran mereka itu terikat oleh negara lain yang tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
“Oleh karena itu mereka mengenjot lebih lagi penerapan EBT seperti geothermal, air matahari dan angin dari yang dulunya hanya merupakan teknologi eksperimen,” ujar asisten dosen di almamaternya ini kepada Koridor beberapa waktu lalu.
Pengalaman tersebut menjadi lebih relevan lagi sejak perang Russia-Ukraina dimana mereka berusaha melepaskan ketergantungannya dari impor gas Russia dengan gas dari negara lain, tapi tentu saja itu lebih mahal. Ini membuat pemasangan EBT lebih profitable dari sebelumnya (Irvan Sjafari)