Medio Februari 2022, sekitar 50 relawan anak muda dari berbagai komunitas giat dan penuh semangat membersihkan setiap potong sampah yang ada di Pantai Ba’bataoa Lapeo, atau Pantai Lapeo, di Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Dalam satu jam, aksi bersih-bersih yang digagas Komunitas Laut Biru ini mampu mengangkut 150 kilogram sampah dengan titik sepanjang 300 meter.
Kalau sampah itu dirinci, terdapat kemasan plastik snack 23 kilogram, botol plastik air minum dalam kemasan 5,5 kilogram, plastik keras lembaran 1,5 kilogram, sendal karet 13 kilogram, gelas plastik kemasan seberat 29 Kilogram, kaleng 18 kilogram.
Muhammad Putra Ardiansyah, Ketua dan Pendiri Komunitas Laut Biru mengatakan kegiatan bersih-bersih pantai ini sudah dilakukan dua tahun terakhir ini. Pada Agustus 2021 kegiatan aksi bersih pantai di Karama’ dan Pantai Kampung Baru, Lantora dengan relawan ratusan orang.
“Sekitar tahun 2021 sampai 2022 ini setidaknya ada sekitar 5 ton sampah yang kami angkat dari pantai. Sekitar 10 persen dari jumlah itu kami selamatkan untuk didaur ulang, selebihnya diangkut ke TPA,” ujar pria kelahiran Campalagian, Polman, 2 Juli 1994 ini kepada Koridor, Senin, 30 Mei 2022.
Pada 2014 pria yang sempat mengenyam pendidikan dua tahun di Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, Sulawesi Selatan ini memutuskan pulang kampung untuk kampanye mencintai laut. Awalnya, warga Belawa, Madatte, Polman itu, bergerak seorang diri. Namun dia kemudian mengajar anak-anak pesisir bagaimana melestarikan lingkungan.
Tiga tahun kemudian, Ardiansyah merangkul teman-teman dalam satu bendera yang namanya Laut Biru dan memulai kegiatan aksi bersih-bersih pantai. Dulunya kegiatan ini namanya sekolah laut yang mengajari anak-anak tentang lingkungan pesisir dan melakukan upaya pelestarian mangrove, hingga konservasi penyu.
Komunitas ini melihat memang banyak sampah di daratan, lalu menuju lautan melalui sungai, muara sungai dan terdampar di pesisir pantai. Lebih banyak sampah di bawah laut daripada di pesisir. Sekitar 70 persen sampah di daerah larinya ke laut.
“Mengapa? Karena persoalan manajemen persampahan kita belum terlalu baik, hingga masyarakat lebih memilih membuang sampahnya di bantaran sungai,” ucap anggota Korps Alumni Kapal Pemuda Nusantara Sulawesi Barat ini.
Kini setelah berhasil meningkatkan pengetahuan anak-anak pesisir memahami isu lingkungan dan konservasi, pada 2022 Laut Biru mencoba program baru, seperti membenahi dan taman-taman karang, upaya restorasi karang di pulau-pulau dalam wilayah Polewali Mandar.
Selain itu, ke depan komunitas ini akan berkolaborasi dengan instansi pendidikan dan swasta yang punya cita-cita sama-sama menangani persoalan sampah hingga perubahan iklim. Ardiansyah mengaku pihaknya sudah melakukan pendekatan pada instansi pendidikan.
Apa yang hendak dicari sehingga Ardiansyah begitu gigih peduli membersihkan pantai? Sebagai pecinta laut, ia sungguh terusik dengan kondisi laut yang sungguh memprihatinkan: penuh sampah plastik.
“Saya penggila pantai. Saya suka laut, melihat kondisi laut rusak dan kotor sangat terganggu. Laut adalah sebuah aset yang sangat penting. Saya punya anak dan ingin anak saya mendapatkan laut yang sehat. Tidak ada sampah,” kata Muhammad Putra Ardiansyah.