Teori lama tentang migrasi Deutero-Melayu ke Asia Tenggara dianggap tak sejalan dengan potret aktual sebaran DNA yang ada

Koridor.co.id

Out of Sunda
Peta sebaran Gen di Asia Tenggara. (Foto: kanzunqalam.com)

Orang Melayu tidak berasal dari Yunnan, wilayah di Barat Daya Tiongkok yang berbatasan langsung dengan Vietnam, Myanmar dan anak Himalaya di Timur. Melayu asli bukan bagian dari Mongoloid, ia adalah ras tersendiri. Teori lama tentang migrasi Deutero-Melayu ke Asia Tenggara dianggap tak sejalan dengan potret aktual sebaran DNA yang ada.

Yang mungkin terjadi justru sebaliknya. Orang-orang Sundaland yang hidup di tanah Asia Tenggara bermigrasi ke Utara dan menurunkan bangsa-bangsa di Asia Timur, atau setidaknya memengaruhi peradaban mereka. Jadi, dalam konteks Asia Timur dan Tenggara, peradaban bergerak dari Selatan ke Utara. Bukan dari Utara ke Selatan seperti yang dipercaya selama ini.

Sundaland ialah nama wilayah besar mulai dari Thailand, Kamboja, Malaysia, Filipina dan Indonesia (bagian Barat) yang semua terhubung oleh daratan. Pulau Sumatera Jawa, Kalimantan dan sebagian Nusa Tenggara. Sebagian Sundaland (ada yang menyebut Sunda Melayu) tenggelam ketika gunung-gunung es mencair sejak 20 ribu tahun lalu. Penggenangan terhenti di 12.000 tahun SM, dan sejak saat itulah terbentuk bentang alam seperti yang kita kenal sekarang.

Istilah Sundaland muncul di kalangan saintis sekitar 1800-an, sebagai hasil persilangan antara teori Glasial (yang berkembang sejak 1770-an), teori etnogeografi dan teori biogeografi yang melahirkan tokoh keren Alfred Russel Walace (1823-1913).

Sundaland ini merujuk ke lingkungan semenanjung Malaysia, yang bentuknya mirip belalai gajah. Dalam bahasa Sanskerta ia disebut Sindu alias Sunda. Kata tersebut diadopsinya menjadi Sundaland.

Dalam konteks terbaru terkait sebaran DNA, orang-orang Sundaland ini yang menyebar ke Utara, dan ke Timur ke Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku hingga Filipina Timur yang berada diluar daratan Sundaland. Diasumsikan, sejak zaman glasial orang Sundaland sudah mahir berlayar menyeberangi lautan. Penyebaran DNA itulah yang menjadi dasar teori Out of Sunda (orang Malaysia menyebut Melayu-Sunda).

Sundaland diyakini sebagai tempat lahir ras Melayu. Sejumlah sarjana Malaysia gigih mendukung teori Out Of Sunda ini. Sebuah buku berjudul “Asal Usul Melayu, Induknya Di Benua Sunda, yang ditulis Zaharah Sulaiman dkk, dan diterbitkan akhir 2021 oleh Inversiti Teknologi Mara (UiTM) di Shah Alam. Serangkaian webinar dihelat UiTM dan disimak ribuan orang termasuk dari Indonesia.

Salah satu rujukan penting ialah penelitian Prof. Safarina Zainudin, hampir 20 tahun lalu, ketika ia menjalani penelitian untuk disertasinya di University of Glasgow. Penelitian itu berkhidmat pada teori Out of Africa, bahwa ras manusia berasal dari Homo sapiens penghuni daratan Afrika. Ras baru putera-puteri dari Ibunda Eva itu lahir 200 ribu tahun SM, dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Jejak Sunda Melayu Asli di 12 Suku

Kelana anak cucu Nenek Eva itu berjalan lambat. Pada era 100 ribu tahun SM mereka baru tiba di jazirah Arab. Melalui jalur pantai, perjalanan mereka pada 70 ribu tahun SM telah sampai ke India, dan masuk ke Asia Tengggara pada 60.000 tahun sebelum Masehi. Sebagian berbelok ke Utara, ada yang ke Selatan dan Timur dan seterusnya.

Yang tinggal di Sundaland beradaptasi dengan lingkungan alam setempat dan berkembang menjadi etnis Melayu. Mereka pun mulai mengembangkan kemampuannya dalam pelayaran. Ada sebagian mereka berlayar sampai Formosa (Taiwan), bahkan hingga Madagaskar dan Hawaii. Dalam versi Out of Sunda itu tak ada migrasi dari Yunnan, tak ada migrasi orang Formosa ke Tanah Batak dan Toraja.

Zafarina Zainudin mengesampingkan teori Multiregional Evolution dan Assimilation. Jadi, manusia di dunia ini sepenuhnya adalah keturunan “Ibuda Eva” dari Afrika. Tidak ada cerita Homo erectus soloensis menurunkan orang Jawa atau Homo neanderthalensis mewariskan orang bule Eropa. Ia berkhidmat pada teori Out of Africa.

Dalam penelitiannya, Zafarina menggunakan material kajian hasil quenching mitokhondria DNA (mtDNA), yakni segmen kromosom haploid yang diambil dari Gen X, dari garis ibu. Bukan Gen Y dari sisi ayah. Runutan DNA itu menandai jarak genetik ke Ibu Eva.

Dari sampel sebanyak 500 orang, dari 12 etnik dari rumpun Melayu (Kedah, Kelantan, Patani, Aceh, Mandailing, Minang, Riau, Jawa, Banjar, Bugis, dan Champa) terlihat, bahwa mereka berasal dari ibu yang sama, dan bisa dirunut sampai era 60.000 tahun SM.

Dari model matematik tentang perkembangan genetik pun bisa disimpulkan, kekerabatan itu tetap dekat hingga 200 generasi lalu (sekitar 4 – 5 ribu tahun yang silam).

“Kekeraban paling dekat terlihat dari etnik Kelantan dan Jawa,” kata Zafarina, perempuan Melayu asli itu sambil tertawa tersipu di rekaman video di Youtube (mungkin, ia teringat stereotip Jawa di Malaysia sebagai kelompok sosial yang dianggap kurang pendidikan, alay dan mau dibayar murah).

Jarak genetik orang Melayu ke induknya di Afrika juga lebih pendek katimbang jarak genetik orang China ke Afrika. Hal tersebut ditandai dengan tipisnya perbedaan runutan asam ribose nukleat dari mtDNA melayu ke Afrika. Jarak dari China lebih tebal. Dengan begitu, kata Zafarina, berarti DNA Melayu lebih tua dari ras China dan Mongoloidnya.

Dari koleganya, anggota tim peneliti etnogenetik dari China, yang melakukan sequenching atas 6.000 sampel dari puluhan sub-etnik di Tiongkok, Zafarina juga mendapatkan gambaran bahwa mtDNA di China juga menunjukkan pola yang khas. DNA dari etnik-etknik di China bagian Selatan terbukti lebih tua dari yang Utara. ‘’Itu artinya, peradaban mereka berasal dari Selatan, dari Asia Tenggara, Sunda Melayu,’’ kata Zafarina.

Sejauh ini, klaim dari kalangan saintis Malaysia itu cukup valid dan cocok dengan teori-teori Out of Africa yang berlaku. Maka, mereka pun menuntut agar Ras Melayu itu diakui sebagai ras tersendiri yang terpisah dari Mongoloid. Posisinya harus sejajar dengan Caucasian, Negroid, Red Indian, juga Mongoloid.

Pembuktian Produk Peradaban

Kalaupun Sunda Melayu diakui sebagai ras tersendiri, lalu so what?? Untuk membuktikan klaim bahwa ‘’Benua Sunda adalah ibu dari segala peradaban” tampaknya masih jauh panggang dari api. Excuse bahwa peradaban Benua Sunda Melayu itu terkubur akibat air bah di air zaman glasial pun terlalu dicari-cari. Kenaikan permukaan laut sampai sekitar 120 meter itu terjadi dalam kurun 10 ribu tahun. Waktu yang cukup untuk melakukan mitigasi bencana.

Faktanya, aliran peradaban yang dikenal saat ini tidak berasal dari Benua Sunda Melayu. Bahkan, Bahasa Melayu dipengaruhi dari Sanskerta. Huruf-huruf Melayu tua juga punya akar jauh sampai peradaban Aramaic. Begitu halnya dengan urusan ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan budaya secara luas. Puak Melayu mengenal cerita Ramayana dan Barata Yudha yang berasal dari India.

Pun dari China di sebelah Utara, budaya Melayu ketinggalan. Orang China sudah membangun tembok besar dan seni terakota yang luar biasa di saat Puak Melayu belum jelas kerjanya apa. Bisa saja, DNA manusia purba China mengalir dari Selatan. Namun, peradaban mengalir dari Utara dan Barat ke tanah Melayu di Asia Tenggara. Setidaknya sejak 3000 tahun lalu.

Artikel Terkait

Terkini