Belum lama ini, beredar dua foto menyejukkan melalui beragam platform komunikasi. Pertama, foto Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming Raka satu meja saat sarapan. Kedua, Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan beberapa tokoh lain duduk dalam lingkaran satu meja saat jamuan makan malam.
Sejatinya dua foto itu mengembuskan angin sejuk, mengingat kedua momentum tersebut menyiratkan kedamaian. Tidak ada ketegangan, walaupun mungkin berseberangan dalam pilihan politik.
Namun, beragam spekulasi bertebaran. Maklum, sedang ramai jadi perbincangan soal koalisi final partai politik dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2024.
Ada yang menggunjing bahwa PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri berpotensi untuk koalisi dengan Partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyono pada hajatan politik 2024. Atau, ternyata komunikasi Anies dengan keluarga Presiden Joko Widodo melalui Gibran cukup rileks. Tentu bisa juga muncul persepsi sebaliknya atau bahkan varian lainnya.
Koalisi memang satu di antara cara partai politik mendapatkan perhatian rakyat untuk Pemilu 2024. Begitu juga dengan deklarasi calon presiden.
Seperti sudah jadi pengetahuan publik, Partai Gerindra mendorong Prabowo Subianto, Golkar memajukan Airlangga Hartarto, Demokrat memajang Agus Harimurti Yudhoyono, Nasdem menaruh harapan pada Anies Baswedan. Bahkan ada yang nekad seperti PSI memanggungkan kader PDI Perjuangan Ganjar Pranowo bersama Yenny Wahid, putri Presiden ke-5.
Hajatan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 ini memang menarik, walaupun mirip dengan Pilpres 2014 yang sama-sama tanpa petahana (incumbent). Hanya, kali ini lebih ingar-bingar atau riuh.
Mungkin karena pada 2012-2013 -menjelang Pilpres 2014- lalu calon presiden pengganti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya mentok di dua nama dalam perbincangan: Megawati dan Prabowo. Ini, sebelum akhirnya muncul nama Joko Widodo yang ternyata terus menguat dan menjadi pemenang.
Tapi kali ini, bukan hanya bursa calon presiden (Capres) yang ramai, tapi juga calon wakil presiden (Cawapres). Bahkan beberapa tokoh sudah mematok dirinya cukup jadi calon wakil presiden, jabatan yang kerja dan wewenangnya dianggap “terserah presiden”.
Menariknya, manuver bakal Cawapres lebih meriah dibandingkan bakal Capres. Ada yang memajang foto di berbagai anjungan tunai mandiri (ATM), menggelar konser, hingga pasang baliho dengan tulisan mimpi hasrat jadi presiden. Jangan-jangan, para bakal Capres justru berpikir bolak-balik bila harus memiliki bakal Cawapres gemar akrobat.
Tentu, siapa pun yang menjadi presiden, tidak ingin panggungnya di ambil wakil presiden. Apalagi jika sang wakil berpotensi berakrobat selama lima tahun masa jabatannya.
Selain dinamika itu, partai politik pun melakukan beragam gerakan menggemaskan. Ada yang melakukan “gerakan tanpa bola”, yakni perjumpaan partai elit partai tapi hasilnya sekarang silaturahmi. Ada juga yang bergerak, kemudian lahir sebuah nama koalisi tanpa bentuk. Artinya, hanya menjadi “gimmick”. Bahkan anggotanya pun tak paham, sampai kapan umur koalisi ini.
Pada kontestasi kali ini, PDI Perjuangan tentu menjadi pusat perhatian, karena satu-satunya partai yang bisa mencalonkan sendiri Capres dan Cawapres. Partai lebih mudah berselancar mengundang serta menggandeng partai politik lain untuk maju bersama di Pilpres 2024. Siapa pun yang diajak boleh jadi merasa istimewa. Dengan harapan, mendapatkan keuntungan “tertular” elektabilitas PDI Perjuangan.
Namun bagi publik, di luar beragam manuver politik yang terus berlangsung baik di tempat terang maupun gelap, tentu sangat baik jika dapat mengetahui koalisi partai serta kandidat Capres dan Cawapres. Setidaknya ada tiga keuntungan: dapat memahami latar belakang visi dan misi; program koalisi partai politik; dan bakal calon Presiden.
Terakhir dan juga terpenting, publik dapat memberikan masukan dan pandangannya untuk Indonesia ke depan kepada Capres dan koalisi partai politik. Tapi pertanyaannya: apakah kelak calon presiden yang diinginkan rakyat bakal dicalonkan oleh partai politik atau koalisi partai? Atau, koalisi akan menyodorkan Capres berdasarkan warna rambut?
Penulis adalah Dosen Universitas Paramadina dan juga pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi Dan Kajian Opini Publik Indonesia)