Jakarta, Koridor.co.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan panduan pencegahan dan pengobatan akibat virus Nipah yang menular dari hewan ke manusia.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan virus nipah kembali merebak di India. Dua orang meninggal dan ratusan lainnya terinfeksi.
“Virus Nipah yang merebak di India bukanlah virus baru. Virus ini telah ada sejak puluhan tahun lalu,” kata Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Nadia menambahkan meski penyakit Nipah belum terdeteksi di Indonesia, namun pemerintah telah menerbitkan kewaspadaan dini terkait penyebaran virus tersebut.
Langkah antisipasi yang dapat masyarakat lakukan antara lain tidak mengonsumsi nira atau aren langsung dari pohonnya.
Sebab, kelelawar dapat mengontaminasi sadapan cairan manis dari batang tanaman. Misalnya, tebu, sorgum, mapel, atau getah tandan bunga pada malam hari.
Nadia menyarakankan masyarakat memasak air nira atau aren itu sebelum mengonsumsinya.
Kemenkes juga mengimbau masyarakat menghindari kontak dengan hewan ternak, seperti babi, kuda yang kemungkinan terinfeksi virus tersebut.
Cegah Kontak Langsung
Nadia juga mengingatkan jika terpaksa harus melakukan kontak, gunakan alat pelindung diri (APD). Hal itu untuk mencegah kontak langsung dengan organ tubuh.
“Selain itu, daging ternak harus dimasak secara matang saat dikonsumsi, cuci dan kupas buah secara menyeluruh, dan buang buah yang ada tanda gigitan kelelawar,” imbuhnya.
Bagi tenaga kesehatan keluarga yang merawat, dan petugas laboratorium spesimen pasien terinfeksi, Nadia mengimbau agar menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dengan benar.
“Petugas pemotong hewan harus menggunakan sarung tangan dan pelindung diri sewaktu menyembelih atau memotong hewan yang terinfeksi virus Nipah,” katanya.
Dia juga melarang mengonsumsi hewan yang terinfeksi virus Nipah. Dia juga mengimbau penerapan perilaku hidup bersih dan sehat seperti membersihkan tangan secara teratur dan menjaga etika bersin.
Jika mengalami gejala seperti penyakit virus Nipah dan berinteraksi dengan hewan atau pasien terinfeksi, langsung periksa ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Jika terdiagnosis penyakit virus Nipah, dokter atau tenaga kesehatan akan menentukan mekanisme pengobatan yang diperlukan, seperti terapi suportif dan simptomatik untuk meredakan gejala yang dialami,” katanya.
Belum Ada Obat Khusus
Sayangnya hingga saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk penyakit virus Nipah.
Namun, gejalanya sudah bisa terdeteksi secara dini. Misalnya, infeksi saluran napas akut (ISPA) ringan atau berat hingga ensefalitis fatal.
“Seseorang yang terinfeksi awalnya akan mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, mialgia (nyeri otot), muntah, dan nyeri tenggorokan,” papar Nadia.
Gejala lain dapat mengikutinya, seperti pusing, mudah mengantuk, penurunan kesadaran. Juga tanda-tanda neurologis lain yang menunjukkan ensefalitis akut
“Beberapa orang pun bahkan dapat mengalami pneumonia atopik dan gangguan saluran pernapasan berat,” katanya.
Ia juga menuturkan pada kasus yang berat, ensefalitis dan kejang akan muncul dan dapat berlanjut menjadi koma dalam 24-48 jam, hingga kematian.
Hingga saat ini, belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah penyebaran penyakit virus Nipah.
Nipah merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan, baik hewan liar atau domestik, dengan kelelawar buah sebagai inang virus.
Pada 2008, sekitar 700 kasus virus Nipah pada manusia dengan 407 kematian melanda sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, India, Bangladesh, dan Filipina.
Lalu pada pertengahan 2021, wilayah Kerala di India melaporkan kejadian luar biasa (KLB) virus Nipah setelah menyerang satu anak usia 12 tahun hingga mengakibatkan kematian.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada 12 September lalu, kasus serupa kembali muncul di wilayah Kerala. Hingga 18 September, telah ada laporan enam kasus, dua di antaranya meninggal dunia. (Pizaro Gozali Idrus)