2023, Ekspedisi Gunung Everest Pecahkan Rekor Kematian

Koridor.co.id

Sebuah ekspedisi dari Mount Everest -Foto: Shutterstock.
Sebuah ekspedisi dari Mount Everest -Foto: Shutterstock.

Jakarta, Koridor.co.id – Melewati semester pertama 2023, ekspedisi Gunung Everest menjadi berita utama. Laporan media menyebutkan pemecahan rekor dari jumlah izin pendakian dan kematian.  Heaven Hilmayalaya mengungkapkan Pemerintah Nepal mengeluarkan 478 izin untuk satu musim 2023 untuk 47 tim berbeda.

Selain itu pada 2023 ini  Everest mencatat salah satu jumlah pertemuan puncak tertinggi. Tercatat hampir 600 pertemuan puncak, termasuk sherpa dan anggota.

Rekor lainnya miris, otoritas menyampaikan 12 orang tewas saat mencoba mendaki puncak tertinggi, dan 5 orang hilang. Otoritas menduga kelimanya  tewas, karena tidak ada kontak lagi. Jumlah totalnya menjadi 17 orang.

Dengan demikian, 2023 menjadi tahun paling mematikan dalam sejarah Everest. Selain itu, para pendaki dan lainnya memperkirakan ada dua kematian tambahan, yang belum dapat konfirmasi.

Meskipun tim pencari sudah menurunkan sebagian besar jenazah, mereka masih belum bisa menemukan beberapa jenazah di Gunung Everest.

Upaya penyelamatan mencatat penerbangan helikopter yang terus menerus dan menjadikan Everest sangat sibuk tahun ini.

Jumlah korban tewas saat ini adalah salah satu yang tertinggi dalam sejarah gunung tersebut. Hanya tahun 2015, 1996, dan 2014 yang mencatat jumlah kematian serupa, yakni masing-masing 13, 15, dan 16 orang.

Pada 2015, base camp yang tersapu longsoran salju mencatat rekor kematian tinggi. Namun tahun ini tidak terjadi bencana alam besar, sekalipun angka kematian tinggi.

Dengan berakhirnya pendakian musim semi secara tidak resmi, muncul pernyataan umum “Siapa yang harus disalahkan?”.

Perubahan Iklim

Pihak berwenang telah mengajukan banyak penjelasan, termasuk perubahan iklim, penyakit ketinggian, kelelahan, terjatuh, upaya pemula, berlari untuk memecahkan rekor Gunung Everest, suhu yang lebih dingin, dan banyak lagi.

Sebagian besar pejabat mengaitkan perubahan cuaca sebagai alasan utama pendakian Everest tahun ini, menimbulkan lebih banyak kematian. Perubahan iklim berdampak besar terhadap pegunungan.

“Secara keseluruhan tahun ini, kami kehilangan 17 orang di gunung pada musim ini—penyebab utamanya adalah perubahan cuaca, ” ucap Dewan Pariwisata Nepal Yuba Raj Khatiwada.

Para pendaki telah menambahkan berbagai potensi penyebab kematian yang tinggi. Pendaki gunung asal Nepal, Lakpa Sherpa, menyatakan bahwa suhu dingin, es yang lebih keras antara Camp 3 dan Camp 4, serta kurangnya pendaki berpengalaman menjadi penyebab utamanya.

Lakpa mengatakan Gunung Everest adalah lingkungan sangat menantang dan berbahaya yang memerlukan pelatihan, pengalaman, serta kebugaran fisik dan mental yang tepat.

“Sayangnya, ada peningkatan jumlah pendaki tidak berpengalaman yang mencoba mencapai puncak tanpa persiapan memadai,” ujar dia.

“Di gunung, tampaknya ada lebih banyak pendaki yang tidak berpengalaman dengan operator ekspedisi yang sumber dayanya paling sedikit,” kata Guy Cotter dari Adventure Consultants kepada Explorerweb.

Cotter menyesalkan usaha  penawaran ekspedisi yang tidak menghitung kemampuan konsumennya. Mereka tidak menghitung Everest masih merupakan gunung yang sangat mengancam dan serius yang dapat berakibat fatal bahkan bagi pendaki yang paling siap jika terjadi kesalahan.

“Masyarakat hanya boleh pergi dengan pemandu berkualifikasi [IFMGA], baik warga Nepal atau asing jika mereka menginginkan keamanan,” pungkas Cotter (Irvan Sjafari).

Artikel Terkait

Terkini