Tiba-tiba pemerintah bersemangat kembali dengan isu revitalisasi industri gula nasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berapa triliun nilai ekonomi gula impor?

Koridor.co.id

Genderangnya ditabuh oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 11 Oktober 2022 di Mojokerto, Jawa Timur. Selain mendorong industri gula dalam negeri, revitalisasi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani tebu, menjaga stabilitas harga gula petani, serta menjadi produsen bioethanol yang merupakan produk turunan tebu sebagai campuran bahan bakar minyak.

Namun apakah revitalisasi industri gula ini mampu menahan pemerintah untuk tidak membuka kran impor gula. Pemerintah selalu berdalih bahwa importasi gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Padahal keputusan tersebut justru membuat petani tebu semakin terpinggirkan.

Nilai ekonomi gula memang menggiurkan. Pada 2021 misalnya, produksi nasional masih 2,4 juta ton. Sedangkan konsumsi mencapai 7,4 juta ton atau sekitar 7,4 miliar kilogram (kg). Pada tahun tersebut nilai ekonomi gula mencapai Rp97,3 triliun, dengan asumsi harga rata-rata gula pasir di Indonesia sekitar Rp13.000 per kg.

Lantas untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, pemerintah pun membuka impor. Data UN Comtrade menyebutkan, sepanjang 2021, Indonesia mengimpor gula sebanyak 5,5 miliar kg atau 5,5 juta ton. Nilai importasi gula pun sangat fantastis mencapai US$2,8 miliar.

Dari sisi harga, di pasar domestik sudah terbilang mahal jika dibandingkan harga internasional. Per September 2022, harga gula nasional Rp14.058 per kg, sedangkan di pasar Rp5.956 per kg. Artinya ada potensi keuntungan sekitar Rp8.102 per kg.

Jika diasumsikan biaya lain-lain sekitar 50 persen, misalnya untuk beamasuk, transportasi, dan sebagainya, masih ada marjin sekitar Rp4.000 per kg. Dengan volume impor 5,5 miliar kg setahun, maka importir gula mampu mengantongi cuan sekitar Rp22 triliun. Wow.

Siapa sudi melepas keuntungan sekitar Rp458 miliar per minggu itu?

Artikel Terkait

Terkini