
Staf Khusus Menteri Keuangan Chandra Fajri Ananda mengungkapkan, kinerja perekonomian Indonesia tahun depan masih akan dibayangi oleh konflik Rusia dan Ukraina yang belum ada titik terang berakhirnya. Padahal, pandemi Covid-19 cenderung telah bergeser dan melunak.
Di sisi lain, paparnya dalam dialog pada acara “It’s a Wonderful Day” Good Radio Jakarta, Senin (19/12/2022), ketegangan dalam domestik China menyebabkan perekonomian negara tersebut melambat. Kondisi ini tentu akan memengaruhi ekspor Indonesia. Apalagi munculnya pesimisme dari lembaga dunia bahwa pasar Indonesia akan melemah tahun depan sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Kendati demikian, Chandra menegaskan, Indonesia memiliki kekuatan ekonomi domestik yang mumpuni. Apalagi didukung oleh penerimaan pajak yang diharapkan di atas target, pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Apalagi, hingga kuartal III-2022, pertumbuhan ekonomi terus meningkat. Termasuk juga dari sektor riil, perkembangan indeks kepercayaan konsumen di atas 100 persen, serta manufaktur (PMI: Prompt Manufacturing Index) yang membaik. Indikasi tersebut menunjukkan satu optimisme.
“Jadi kalau melihat angka-angka ini kita masih bisa optimis untuk melihat 2023. Tapi dengan catatan tadi kalau sampai perang ini meluas dan berkepanjangan itu akan lain ceritanya,” katanya.
Menurut catatan Koridor.co.id, indeks manufaktur Indonesia masih di atas 50. Ini menandakan bahwa industri manufaktur, kontributor terbesar dalam perekonomian nasional, masih ekspansif.
Indeks Manufaktur Indonesia

Lebih lanjut Chandra mengungkapkan, pemerintah juga terus berupaya mengendalikan inflasi sebagai salah satu faktor yang berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi. Hingga saat ini, lebih dari separuh perekonomian Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
Karena itulah, apabila inflasi mendekati 10 persen tentu akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Jika melihat kondisi sampai akhir 2022, pemerintah masih optimistis pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen.
Chandra juga menekankan pentingnya menjaga pasokan barang. Jika ada hambatan, serta-merta kinerja perekonomian akan terpengaruh. Sektor produksi bakal terganggu, karena pasokan bahan baku banyak yang berasal dari negara-negara yang berkonflik.
Menurut dia, sudah waktunya Indonesia mencari mitra strategis lain sebagai pasar ekspor alternatif. Salah satunya adalah India sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang melesat paling tinggi.
“Kita perlu berpikir bukan hanya sebagai pasar input India tapi India juga bisa menjadi partner kita, terutama di pasar ekspor alternatif di luar selama ini yang menjadi tradisional market kita,” ujarnya.
Untuk merealisasikannya diperlukan dukungan dari semua pihak, terutama pelaku bisnis seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan sebagainya. Dengan begitu, Indonesia bisa membuka peluang baru termasuk melakukan ekspor ke Timur Tengah yang perekonomiannya tidak terganggu.
“Jadi kita memang perlu upaya-upaya untuk mencari pasar alternatif bagi produk-produk kita termasuk pasar bahan baku,” ujar dia.
Mengingat pentingnya peran dunia usaha, Chandra berharap adanya kepastian usaha, perizinan, serta kondisi ekonomi yang baik. Apalagi ketika banyaknya kepala daerah yang berakhir masa jabatannya dan diisi oleh pejabat sementara (pjs), lantas membuat aturan-aturan baru, hal itu berpotensi menyulitkan, sehingga perlu diperhatikan.
“Jangan sampai kinerja ekonomi terganggu gara-gara ada aturan baru yang berubah lagi,” ujarnya.