Harga beras di tingkat konsumen cenderung lebih stabil dibandingkan harga beras di tingkat produsen. Panjangnya rantai pasokan dari petani sampai ke konsumen menjadi pemicunya.
Selisih antara harga jual petani hingga harga beli konsumen tidak sebanding dengan keuntungan yang bisa dinikmati oleh petani meski harga beras terus bergerak naik. Lalu siapa penerima manfaat kenaikan harga beras itu?
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Koridor, dalam kurun waktu empat tahun terakhir dari periode Januari 2019 sampai Februari 2023, rata-rata harga beras per kilogram (kg) di tingkat produsen cenderung fluktuatif ketimbang harga beras di tingkat pedagang.
Pada Januari 2019, rata-rata harga beras di tingkat produsen sebesar Rp9.800 per kg dan menjadi Rp9.900 per kg pada Februari 2023.
Sementara rata-rata harga beras di tingkat pedagang Rp11.700 per kg pada Januari 2019. Lantas harga beras di tingkat pedagang naik menjadi Rp12.500 per kg pada Februari 2023.
Kondisi ini tidak lepas dari perkembangan harga gabah di tingkat petani dan penggilingan. Harga gabah di tingkat petani dan penggilingan cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan harga beras.
Lihat saja, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Januari 2019 sebesar Rp5.353 per kg menjadi Rp5.711 per kg pada Februari 2023. Kemudian, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani Rp5.780 per kg pada Januari 2021 menjadi Rp6.436 per kg per Februari 2023.
Sementara harga gabah kering panen (GKP) di tingkat penggilingan Rp5.453 per kg pada Januari 2023 menjadi Rp5.856 per kg pada Februari 2023. Sedangkan harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilngan Rp5.903 per kg pada Januari 2019 menjadi Rp6.557 per kg pada Februari 2023.
Kalau sudah begini penting untuk menjaga stabilitas harga dengan memotong rantai pasokan, agar petani bisa menikmati hasil kerja kerasnya. Dengan begitu akan meningkatkan kesejahteraan petani.