Presiden Jokowi tekankan pentingnya perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. Pengawasan harus diterapkan secara detail

Koridor.co.id

Presiden Jokowi memberikan sambutan saat membuka Rapat Koordinasi Nasional
Presiden Jokowi memberikan sambutan saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2022 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (14/6). (Kredit Foto setkab.go.id/Rahmat)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti aspek perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan mulai dari asuransi, pinjaman online (pinjol) sampai investasi. Jokowi menekankan pentingnya pengawasan agar diterapkan secara menyeluruh dan detail, sebab konsumen memerlukan perlindungan yang pasti terhadap produk jasa keuangan.

“Kita ini enggak bisa sekarang kerjanya makro enggak bisa. Makro iya, mikro harus detail. Dicek satu per satu. Hati-hati ada peristiwa besar minggu kemarin, Adani di India. Makronya negara bagus, mikronya ada masalah. Mikronya hanya satu perusahaan, Adani, kehilangan US$120 billion, hilang langsung, dirupiahkan Rp1.800 triliun. Hati-hati mengenai ini. Pengawasan, pengawasan, pengawasan,” kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2023, Senin (6/2/2023).

Jokowi mengingatkan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan menyeluruh. Jangan sampai ada yang terlewatkan, sebab akan memberikan dampak yang besar. Seperti hengkangnya aliran modal asing atau capital outflow dari suatu negara.

“Jangan sampai ada yang lolos seperti itu karena goreng-gorengan. Rp1.800 triliun, itu seperempatnya PDB India hilang. Yang terjadi apa capital outflow semua keluar. Yang terjadi rupee jatuh. Hati-hati mengenai ini padahal kondisi makronya bagus,” ujar Jokowi.

Jokowi menekankan agar OJK secara cermat melihat entitas yang suka memanipulasi produk atau layanan, bahkan nilai saham. Jokowi juga mengatakan bahwa terkadang menggoreng-goreng nilai saham menghasilkan keuntungan yang tinggi jika kesempatannya tepat. Sebaliknya, bukan tidak mungkin investor dirugikan atas aktivitas tersebut. Oleh karena itu, OJK dalam pengawasannya diminta harus hati-hati. 

“Dilihat betul mana yang suka menggoreng. Kalau gorengan itu enak. Menggoreng-goreng kalau pas dapat enak tapi sekali kepleset seperti yang tadi saya sampaikan Adani di India. Hati-hati,” jelas dia.

Selain itu, ia juga meminta agar OJK betul-betul mengawasi perasuransian agar sejumlah permasalahan besar tidak terulang lagi. Sebab, nasabah yang menjadi korban. Begitupula dengan kasus koperası terbesar di Indonesia

“Jangan sampai kejadian yang sudah-sudah Asabri, Jiwasraya, Rp17 triliun, Rp23 triliun. Adalagi Indosurya, Wahanaarta. Sampai hapal gitu saya karena baca. Unit link, ini harus mikro satu-satu diikuti karena rakyat yang nangis itu rakyat. Rakyat itu hanya minta satu sebetulnya, duit saya balik, uang saya balik,” ujarnya.

Jokowi berharap pengawasan yang lebih diintensifkan. Penanganan pelaporan atau keluhan bisa lebih efisien dan efektif. Sebab akan sangat sulit membangun pertumbuhan ketika industri sendiri kehilangan kepercayaan dari publik.

“Sering pelaporan, keluhan sudah ada. Pelaporan keluhan sudah tahun 2020 sampai sekarang tahun 2023 juga belum tuntas. Gini-gini, hati2-hati karena yang kita bangun adalah trust. Kalau sudah kehilangan itu sulit membangun kembali. Saya yakin OJK yang sekarang bisa,” ujarnya.

Target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di sektor jasa keuangan

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, optimistis dengan tren positif kinerja sektor keuangan pada 2023. OJK memproyeksikan kredit perbankan tumbuh 10-12 persen dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 7-9 persen.

Untuk pasar modal, nilai emisi ditargetkan sebesar Rp200 triliun. Sementara untuk industri keuangan non-bank (IKNB) seperti asuransi jiwa dan asuransi umum diperkirakan tumbuh sebesar 5-7 persen. Piutang perusahaan pembiayaan ditargetkan tumbuh 13-15 persen, dan aset dana pensiun diperkirakan juga tumbuh 5-7 persen.

Menurutnya, tingginya optimisme terhadap perekonomian nasional tercermin dari perkembangan pasar modal yang mencatatkan penambahan 71 emiten tahun lalu. Ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.

Selain itu, kredit perbankan tumbuh 11,35 persen dan piutang pembiayaan tumbuh 14,2 persen. Ini lebih tinggi dari rerata 5 tahun sebelum pandemi sebesar 8,9 persen dan 4,4 persen.

“Optimisme tersebut juga terus berlanjut tercermin dengan besarnya investasi non-residen pada Surat Berharga Negara atau SBN di Januari 2023 yang mencatatkan pembelian neto sebesar Rp 49,7 triliun,” ujar Mahendra.

Artikel Terkait

Terkini