Presiden Jokowi minta devisa hasil ekspor disimpan di dalam negeri. Bank Indonesia diharapkan bisa membuat mekanismenya

Koridor.co.id

Ilustrasi Devisa
Ilustrasi Devisa

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara mengarahkan jajarannya agar devisa hasil ekspor disimpan di dalam negeri. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers hasil sidang paripurna di Kantor Presiden disaksikan dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 6 Desember 2022.

“Presiden mengarahkan hasil ekspor dimasukkan di dalam negeri. Bank Indonesia diharapkan bisa membuat sebuah mekanisme sehingga ada periode tertentu, cadangan devisa bisa disimpan dan diamankan di dalam negeri,” kata Airlangga Hartarto menirukan Presiden Jokowi.

Kita tahu semakin banyak devisa hasil ekspor yang disimpan di dalam negeri maka memperbesar cadangan devisa negara. Dengan begitu semakin besar kemampuan negara untuk melakukan kegiatan transaksi ekonomi dan keuangan internasional, serta semakin kuat pula mata uang negara Indonesia, rupiah.

Oleh karena itu, pengaturan devisa hasil ekspor ini adalah wewenang Bank Indonesia. Pemerintah berharap sistem keuangan ini mampu meningkatkan manfaat dari hasil ekspor. Apalagi, Indonesia selama periode 30 bulan terakhir berhasil mencatatkan surplus perdagangan.

“Ini domain BI. Diharapkan ekspor kita yang sudah 30 bulan terus menerus menghasilkan devisa positif, neraca perdagangan positif, dan juga berimbas pada neraca pembayaran yang 1,3 persen dari gross domestic product (GDP) kita relatif aman. Tentunya ini perlu diperkuat dengan sistem ekosistem keuangan yang berbasis kepada devisa asing,” jelas dia.

Selain itu, hal lain yang menjadi bahasan adalah kondisi perekonomian tahun 2023, evaluasi penanganan Covid-19, dan antisipasi krisis pangan. Untuk perekonomian, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun ini sebesar 5,2 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Untuk tahun 2023 di angka 5,3 persen sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara itu berbagai lembaga dunia baik itu OECD, IMF, Bank Dunia, ADB, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia antara 4,7 persen sampai 5,1 persen di tahun depan.

“Tentu berbagai upside risk penanganan Covid-19 dan percepatan vaksinasi relatif baik, dukungan fungsi APBN dan fiskal sebagai shock absorber, kemudian harga komoditas yang tinggi, dan presidensi G20 membuat kredibilitas kita di pasar internasional baik,” ujar dia.

Inflasi hingga akhir tahun juga diperkirakan akan terkendali. Pemerintah memproyeksikan inflasi hingga akhir tahun berada di kisaran 5,34 persen sampai 5,5 persen.

“Inflasi kita sesudah 5,9 persen, 5,72 persen, dan 5,42 persen diperkirakan sampai akhir tahun 5,34-5,5 persen,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terkini