Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengusulkan ketentuan dana bagi hasil (DBH) migas masuk dalam Undang-Undang Migas yang saat ini sedang proses revisi. Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, aturan soal dana bagi hasil ini sangat sensitif sehingga perlu dibuat aturan lebih jelas, untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil migas.
“Ketentuan dana bagi hasil migas ini perlu didalami untuk masuk dalam UU Migas agar lebih aspiratif bagi pemerintah daerah terkait pendapatan dari hasil eksploitasi sumber daya alam di wilayahnya,” kata Mulyanto dalam keterangannya dikutip Kamis, 15 Desember 2022.
Menurut Mulyanto, langkah ini penting untuk dilakukan, agar berbagai tuntutan daerah terkait aspek keadilan dalam dana bagi hasil migas dapat dipenuhi. Paling tidak, kata dia, semakin mendekati harapan daerah.
Oleh karena itu video viral marahnya Bupati Meranti Muhammad Adil kepada pejabat Kementerian Keuangan, menurut Mulyanto, mencerminkan aspirasi pemerintah daerah. Ini juga diperkirakan terjadi di daerah penghasil migas lainnya.
Saat ini, kegiatan minerba diatur dalam UU No. 3/2000 tentang Pertambangan Minerba, sementara terkait DBH migas diatur dalam UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Memasukkan aturan dana bagi hasil migas ke dalam UU Migas ini sangat memungkinkan. Yang diperlukan adalah kemauan politik pemerintah.
Menangapi soal Bupati Meranti yang menyebut Kementerian Keuangan sebagai iblis dan setan terkait kekecewaannya karena dana bagi hasil yang diterima daerahnya rendah, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Didik J Rachbini ikut berkomentar.
Didik menilai keluhan pemerintah daerah tersebut adalah hal wajar terjadi. Menurut Rektor Universitas Paramadina Jakarta itu, pemerintah pusat seharusnya menanggapi kekecewaan pemerintah daerah dengan transparan. “Keluhan, kekecewaan dan ketidakpuasan seperti ini wajar terjadi dan harus ditanggapi oleh pemerintah pusat dengan transparan.”
Pemerintah bisa melakukan dialog dengan wilayah lainnya untuk menghindari terjadinya permasalahan yang sama. Bahkan bila diperlukan, pemerintah bisa memperbaiki aturan yang ada dengan lebih sederhana, namun tetap sejalan dengan peraturan perundangan. Dengan syarat, dalam dialog ini, pemerintah harus mempertimbangkan masukan yang disampaikan oleh kepala daerah.
“Aspirasi pemerintah daerah harus tetap diperhatikan karena daerah merupakan bagian dari satu kesatuan NKRI,” ujarnya.
Kekecewaan yang dirasakan Bupati Meranti, menurut Didik, dikarenakan aktivitas pemerintah pusat yang dianggap terlalu banyak mengambil sumber minyak dari daerah. Namun demikian, ia mengingatkan, cara penyampaian keluhan tersebut, jangan sampai mengancam untuk angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia. Karena ini bisa menjadi masalah NKRI dan makar.
“Ucapan dan tindakan seorang pejabat negara seperti ini sudah bisa dikatagorikan makar. Jika dibiarkan berjalan wajar dan biasa-biasa saja, maka bukan tidak mungkin banyak lagi pejabat negara yang mulai mengoyak NKRI dan kesatuan bangsa akan menjadi rapuh,” jelas Didik.
Ucapan pejabat negara yang provokatif dan merusak tersebut harus diselesaikan dengan baik. DPR pun bisa memanggil Bupati tersebut. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Presiden juga bisa mengambil tindakan atas dasar hukum yang berlaku.
“Saya menganjurkan ketidaksetujuan DPR ini tidak hanya dalam kata-kata tetapi DPR berkuasa justru ditindaklanjuti dengan memanggil yang bersangkutan,” ucapnya.