Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai perlambatan ekonomi di sisa akhir tahun ini. Tekanan ekonomi mulai terasa memasuki kuartal IV-2022.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Tauhid, pemicunya adalah meningkatnya inflasi yang lebih tinggi dari kuartal sebelumnya. Kondisi itu didorong oleh belum melandainya harga energi dan pangan, yang diikuti dengan pelemahan nilai tukar. Ini menjadi alarm untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi di sisa kuartal terakhir tahun ini.
“Saya kira itu satu hal yang cukup serius mengapa terjadi perlambatan. Yang namanya low base effect hilang dan yang kedua adalah efek dari kenaikan konsumsi itu mulai begitu terasa,” kata dia dalam Respons Indef terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2022, Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Ia menilai low base effect atau kecenderungan pertumbuhan dari nilai yang kondisi awalnya rendah, tinggal tersisa sedikit di kuartal IV-2022. Karena itu, tidak mudah mencapai pertumbuhan di atas kuartal tiga.
Apalagi, lanjutnya, peningkatan inflasi serta suku bunga acuan Bank Indonesia akan berdampak pada kenaikan cicilan rumah, kendaraan dan pinjaman lainnya. Tambahan beban itu akan mengurangi disposible income atau anggaran yang dapat dibelanjakan oleh rumah tangga.
Selain itu, risiko geopolitik masih tinggi dan pertumbuhan banyak negara mitre dagang Indonesia menurun. Perusahaan akan berpikir ulang untuk investasi, khususnya pada sektor manufaktur yang berorientasi ekspor.
Indef memproyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2022 akan melambat secara moderat di level 5,3 persen. “Proyeksi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pada 2022 sebesar 5,1 persen,” ujarnya.
Upaya untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi, menurut Tauhid, bisa ditempuh dengan beberapa langkah. Pertama, mempercepat belanja modal dan belanja barang yang hingga Oktober 2022 masing-masing baru mencapai 66,4 persen dan 66,8 persen.
Kedua, penyesuaian secara moderat suku bunga acuan Bank Indonesia mengikuti perkembangan inflasi yang terjadi serta dinamika kondisi ekonomi global agar laju kredit ke sektor riil tetap meningkat. Ketiga, penguatan pasar domestik untuk berbagai produk-produk yang memiliki daya saing di pasar global serta mempercepat industri substitusi impor di tengah menguatknya arus impor beragam produk industri.
Sementara itu, Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto, menambahkan pemerintah perlu mengoptimalkan ekonomi domestik. Sebab, pasar domestik menjadi satu-satunya kekuatan yang bisa diandalkan di saat ekonomi global lesu.
“Jangan sampai pasar di dalam negeri yang bisa kita optimalisasi justru kebanjiran impor,” kata Eko.