Kolaborasi BEI dan IFC perkuat praktik ESG di pasar modal yang mendorong ekosistem investasi hijau

Koridor.co.id

Bursa Efek Indonesia (BEI) menandatangani nota kesepahaman dengan International Finance Corporation (IFC). Sasarannya, untuk memperkuat praktik Environmental (lingkungan), Social (sosial), dan Governance (tata kelola) atau ESG di pasar modal.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan upaya perusahaan yang tercatat di BEI untuk menimbang masalah ESG dengan lebih baik, termasuk risiko terkait iklim, dan membantu mereka dalam mencapai tujuan keberlanjutan.

Untuk itu, perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI tengah bersiap meningkatkan upaya mengatasi perubahan iklim dan meningkatkan kesetaraan gender sebagai bagian dari kesepakatan yang akan turut membuat mereka lebih menarik di mata investor yang berfokus pada aset berkelanjutan.

Apalagi negara-negara berkembang masih membutuhkan dana yang signifikan sekitar US$2,5 triliun kebutuhan pembiayaan untuk mencapai SDGs, dengan proyeksi tambahan kekurangan sebesar US$1,7 triliun akibat Covid-19. IFC memperkirakan terdapat lebih dari US$23 triliun peluang investasi pada sektor hijau dan terkait iklim serta aktivitas yang dapat membantu mencapai tujuan nasional yang selaras dengan Perjanjian Paris dan mempercepat transisi global menuju ekonomi rendah karbon.

Direktur BEI Risa E. Rustam, mengatakan BEI ingin mengembangkan ekosistem pasar modal Indonesia dengan mengadopsi dan memanfaatkan praktik-praktik berkelanjutan. Melalui nota kesepahaman ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem di pasar modal Indonesia di mana bisnis dan keberlanjutan berjalan beriringan.

“Kolaborasi ini akan menjadi platform untuk mendorong ekosistem investasi hijau di Indonesia dan memperkenalkannya kepada penonton internasional,” kata dia dalam Peluncuran Kolaborasi ESG IFC dan IDX dan Pelatihan Kepemimpinan ESG, Kamis (16/3/2023).

Peluncuran kolaborasi ini juga menandai dimulainya seri pengembangan kapasitas kepemimpinan ESG, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan standar kinerja IFC dan metodologi tata kelola perusahaan serta membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menangani topik-topik penting terkait ESG, termasuk tata kelola lingkungan dan sosial yang efektif dan sistem manajemen risiko, pengungkapan dan transparansi, risiko dan mitigasi iklim, serta gender.

Penjabat Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor Leste, Randall Riopelle, melihat bahwa investor institusi saat ini semakin mengintegrasikan pertimbangan ESG ke dalam keputusan investasi mereka. Pada akhirnya, investasi berkelanjutan memberi cara untuk menaruh uang berdasarkan keyakinan mereka untuk mencapai komunitas yang lebih hijau, lebih inklusif, dan lebih tangguh.

“Dua puluh tahun sekian yang lalu, tidak ada acuan dalam mengelola risiko dalam pembiayaan proyek di negara berkembang, jadi kami membuat seperangkat standar kinerja. Hari ini, apa yang kami pelajari dari pengalaman adalah bahwa keberlanjutan dan profitabilitas bukanlah tujuan bisnis yang terpisah, dan kami melihat investor institusi semakin mengintegrasikan pertimbangan ESG ke dalam keputusan investasi mereka,” ujar Randall.

Indonesia, negara yang kaya sumber daya, sangat bergantung pada eksploitasi sumber daya alam untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, yang mengakibatkan masalah lingkungan dan sosial yang signifikan. 

Indonesia juga berada pada peringkat tiga negara teratas dalam hal risiko iklim, dengan paparan banjir yang tinggi, panas ekstrem, dan kenaikan permukaan laut. Transisi Indonesia ke masa depan rendah karbon dan tahan iklim akan membutuhkan investasi besar dan peran sektor swasta sangatlah penting. Penguatan praktik-praktik ESG juga akan memungkinkan pasar modal memainkan peran yang lebih besar dalam transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon dan tahan iklim.

Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Timor-Leste, dan ASEAN, H.E. Olivier Zehnder, mengatakan adanya pengakuan yang berkembang dari pasar modal bahwa pengungkapan transparan terhadap faktor tata kelola, lingkungan, dan sosial membantu investor dalam membuat keputusan berdasarkan informasi dan penilaian paparan terhadap risiko dan ketahanan.

“Kemitraan kami dengan IFC dan BEI melengkapi pekerjaan terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Hal ini akan membangun dan memperkuat inisiatif-inisiatif yang sudah dilakukan sebelumnya dalam mempromosikan standar dan praktik ESG dan membantu memandu arus keuangan menuju investasi berkelanjutan untuk pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Kerja sama ini merupakan bagian dari program ESG Indonesia Terintegrasi yang diluncurkan oleh IFC dan SECO untuk membantu pembuat kebijakan, investor, perusahaan, dan para mitra di Indonesia untuk mengelola risiko dan hambatan ESG dengan mempromosikan manajemen pengambilan keputusan dan risiko lingkungan dan sosial yang efektif.

Selain bekerja sama dengan pembuat kebijakan di Indonesia dan BEI, IFC juga mendukung lembaga direktur lokal, pusat pelatihan, dan memberikan saran ESG kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Penandatanganan MoU ini juga mendukung upaya perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menyelaraskan dengan praktik terbaik secara internasional.

Artikel Terkait

Terkini