Penyaluran kredit perbankan pada sektor konsumsi seperti kredit pemilikan rumah atau KPR mengalami perlambatan. Konsumen cenderung menahan diri untuk mengajukan KPR, seiring dengan naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang berimbas pada kenaikan suku bunga kredit perbankan.
Pertumbuhan KPR secara tahunan mulai melambat sejak April 2022. Pertumbuhan KPR secara tahunan pada bulan tersebut sebesar 10,4 persen (year on year/yoy), kemudian terus menyusut menjadi 7,5 persen pada Agustus, bahkan lebih kecil dari pertumbuhan total kredit.
Posisi terendah pertumbuhan penyaluran kredit pemilikan rumah terjadi pada Juni yang hanya 6,8 persen. Pencapaian itu merupakan yang terkecil sejak Mei 2021.
Tragisnya, biasanya pertumbuhan KPR selalu lebih tinggi dibandingkan kinerja penyaluran total kredit. Namun sejak Juni tahun ini, kinerjanya berada di bawah total kredit.
Sedangkan porsi penyaluran KPR terhadap total kredit yang disalurkan perbankan cenderung stabil. Pada 2021 dan 2022, posisinya ada di kisaran 9 persen, lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa laju kenaikan KPR walaupun melambat, secara rata-rata lebih tinggi dari pertumbuhan kredit secara umum.
Kendati pertumbuhan KPR mengalami perlambatan, namun pengamat ekonomi dari Laboratorium Indonesia 45, Reyhan Noor menilai masih wajar. Menurut dia, kondisi itu terjadi akibat kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Di tengah ketidakpastian yang terus berlanjut, kebijakan tersebut turut memengaruhi minat konsumen dalam belanja.
“Ketidakpastian kondisi ekonomi ke depan juga memengaruhi ekspektasi konsumen dalam belanja sehingga memengaruhi laju pertumbuhan kredit,” kata Reyhan kepada Koridor.co.id, Kamis (3/11/2022).
Dia berpandangan bahwa pertumbuhan sektor real estate masih tergolong aman. Kondisinya masih tidak berbeda dengan situasi sebelum kenaikan suku bunga BI. Karena itu, dia menilai masih terlalu dini untuk menyimpulkannya penyaluran KPR sebagai tanda perlambatan ekonomi.
Sebab, tanda-tanda pelemahan ekonomi perlu melihat pada sektor lainnya, seperti sektor konsumsi yang merupakan kontributor terbesar bagi pertumbuhan nasional. Sebagai contoh, lanjut Reyhan, mengacu pada rilis laporan keuangan kuartal III dari PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA), penjualan mulai beranjak pulih. Ini menandakan konsumsi masyarakat kembali bergairah.
“Penjualan justru tumbuh hampir 80 persen. Angka ini menunjukkan konsumsi yang mulai pulih akibat pandemi,” ujarnya.