Hingga 14 Desember 2022, penerimaan pajak mencapai Rp1.634 triliun atau sekitar 110,1 persen dari target yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022, yaitu Rp1.485 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, tumbuh 41,9 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kenaikan penerimaan pajak yang tinggi ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan pemulihan ekonomi yang baik. Kemudian, ada peningkatan harga komoditas serta adanya reformasi legislasi dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Ini akan menjadi modal untuk menjaga agar APBN makin sehat, sehingga bisa melindungi masyarakat, ekonomi, dan terus mendukung pembangunan Indonesia,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita ditulis, Rabu (21/12/2022).
Realisasi penerimaan pajak tersebut berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) non migas yang mencapai Rp900 triliun (120,2 persen dari target) dan PPh migas Rp75 triliun (116,6 persen dari target). Kemudian: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp630 triliun (98,6 persen dari target), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lainnya Rp29 triliun (90,4 persen dari target).
Menurut jenis pajak, untuk PPh 21 atau pajak karyawan mengalami kenaikan 19,6 persen. Kontribusinya terhadap penerimaan pajak mencapai 10,3 persen. Peningkatan pajak tersebut menunjukkan pemulihan ekonomi domestik disertai dengan adanya kenaikan dari karyawan, baik dari sisi rekrutmen maupun kenaikan gaji.
Sementara pajak impor (PPh 22) tumbuh paling tinggi, yaitu 89,1 persen. Jenis pajak ini berkontribusi 4,3 persen ke penerimaan pajak. Pertumbuhan pajak impor ini mengisyaratkan kinerja industri yang menggeliat, sehingga membutuhkan impor bahan baku dan barang modal.
PPh orang pribadi mengalami kontraksi 1,1 persen dan berkontribusi 0,7 persen pada penerimaan pajak. Sedangkan, PPh badan tumbuh 88,4 persen. PPh badan memberikan kontribusi 20,7 persen.
PPh 26, yaitu pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) yang berada di Indonesia, tumbuh 9,4 persen dan berkontribusi 4,3 persen. Namun, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya terjadi penurunan, karena pada November terjadi penurunan pembayaran PPh ditanggung pemerintah (DTP) valas.
PPh final tumbuh 54,4 persen dan berkontribusi 9,9 persen ke penerimaan pajak, karena didorong oleh persewaan tanah, bangunan dan penjualan saham. Sementara PPN Dalam Negeri tumbuh 23,4 persen, berkontribusi 21,4 persen.