Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah memberikan sinyal bahwa upah minimum tahun 2023 akan mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi jadi pertimbangan dalam menetapkan upah minimum tahun depan.
“Pada dasarnya sudah dapat dilihat bahwa upah minimum tahun 2023 relatif akan lebih tinggi dibandingkan upah minimum tahun 2022 dengan (pertimbangan) data pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” kata Ida Fauziyah dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Persiapan penetapan kenaikan upah minimum tahun depan telah dimulai sejak September. Saat itu, Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan surat kepada Badan Pusat Statistik perihal permintaan data yang akan menjadi salah satu acuan penetapan.
Menurut Menteri Ida, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik sejak kuartal II-2021. Kekuatan ekonomi Indonesia berada pada konsumsi rumah tangga yang mencapai 50,4 persen dari total produk domestik bruto (PDB) pada kurtal III-2022. Lembaga internasional juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat bertumbuh dengan laju inflasi tahunan yang relatif terkendali dibandingkan negara-negara lain.
Menanggapi rencana itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz, mengungkapkan bahwa kondisi arus kas dunia usaha saat ini dalam keadaan stagnan. Bahkan kata dia, untuk menuju pemulihan sangatlah tidak mudah.
“Jadi cashflow kita stagnan, cashflow manajemen kami juga tidak bergerak. Walaupun inflasi dan pertumbuhan ekonomi sangat bagus, namun kami dari dunia usaha dan dunia industri masih agak megap-megap,” kata Adi.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Anton J Supit menegaskan bahwa ancaman resesi yang terjadi di sejumlah negara maju membuat permintaan terhadap ekspor menurun. Efeknya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan persepatuan mengalami penurunan permintaan.
“Resesi dunia yang sudah terjadi terutama di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Efek resesi membuat order sektor tekstil dan persepatuan menurun 50 persen rata-rata, ada yang 70 persen, ada yang kurang dari itu tergantung pasarnya di mana,” jelasnya.
Tidak hanya di industri tekstil dan persepatuan, industri elektronik dan sektor karet pun mengalami penurunan. Sektor karet mengalami penurunan permintaan hingga 40 persen. Berbeda dengan sektor otomotif khususnya yang ekspor ke Timur Tengah dan Asia lainnya juga naik.
“Ketika permintaan dunia menurun maka permintaan karet rakyat ini tidak maksimal. Ini juga akan menimbulkan problem baru lagi,” ujarnya.
Selain masalah yang terjadi secara global, pandemi Covid-19 yang mempercepat proses digitalisasi juga menjadi tantangan buat lapangan kerja. Sebab pengusaha akan lebih memikirkan efisiensi. “Itu terasa sekali,” tegasnya.
Saat ini, lanjut dia, angka investasi memang tampak naik. Namun dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja menurun. Jika sebelumnya nilai investasi Rp1 triliun mampu menyerap sekitar 3.000 tenaga kerja, sekarang hanya 1.000.