Megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tengah menjadi sorotan. Proyek yang seharusnya rampung pada 2019, kenyataannya baru bisa selesai pada pertengahan 2023. Hal ini tentu berimbas pada membengkaknya biaya konstruksi hingga Rp21 triliun.
Lantas sikap China yang meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijadikan sebagai penjamin pinjaman proyek KCJB dinilai melanggar konstitusi.
Hal itu disampaikan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dikutip Koridor, Sabtu, 15 April 2023.
“Menurut Luhut, China minta pinjaman terakhir ini dijamin APBN. Hal ini tentu saja tidak bisa dilakukan karena melanggar Undang-Undang dan konstitusi,” kata Anthony.
Menurut Anthony, dalam menentukan APBN harus ditetapkan oleh Undang-Undang (UU). Kemudian, harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setiap tahun.
“DPR saat ini tidak bisa mendikte dan menentukan APBN masa depan. Artinya, jaminan utang oleh APBN melanggar konstitusi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Anthony menilai, proyek KCJB sejak awal sudah menuai banyak masalah, dan (terindikasi) merugikan keuangan negara.
Semula, tender proyek kereta cepat diikuti oleh Jepang dan China. Lantas, Jepang menawarkan US$6,2 miliar, sedangkan China menawarkan US$6,07 miliar. Akhirnya, China terpilih.
“Evaluasi proyek KCJB tidak profesional. Ada indikasi, pokoknya ‘China harus menang’. Karena itu, tidak semua komponen biaya masuk dalam evaluasi. Ada yang tertinggal, atau sengaja ditinggal,” kata dia.
Biaya tersebut kemudian muncul, diakui sebagai pembengkakan biaya atau cost overrun. Hal ini dikatakan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara II, Kartika Wirjoatmodjo, penyebab terbesar pembengkakan biaya proyek adalah melesetnya kalkulasi pihak China saat proses studi kelayakan.
Padahal, kata Anthony, komponen biaya lainnya yang tidak diperhitungkan dalam evaluasi proyek adalah suku bunga. Jepang menawarkan suku bunga 0,1 persen per tahun. China menawarkan suku bunga 2 persen per tahun, atau 20 kali lipat lebih mahal dari Jepang.
“Kalau biaya suku bunga diperhitungkan dalam evaluasi proyek, maka penawaran Jepang lebih murah dari penawaran China. Jepang harusnya menang,” ujarnya.
Pembiayaan proyek terdiri atas 25 persen modal dan 75 persen pinjaman, dengan masa tenggang waktu cicilan (grace period) 10 tahun.
Ia menjelaskan, pinjaman dari Jepang US$4,65 miliar (75 persen x US$6,2 miliar). Biaya bunga pinjaman US$4,65 juta per tahun, atau US$46,5 juta untuk 10 tahun masa grace period. Sehingga total biaya kereta cepat Jepang, termasuk biaya bunga 10 tahun, menjadi US$6,24 miliar (US$6,2 miliar + US$46,5 juta).
Sementara, pinjaman proyek dari China US$4,55 miliar (75 persen x US$6,07 miliar). Biaya bunga pinjaman US$91,05 juta per tahun, atau US$910,5 juta untuk 10 tahun masa grace period. Sehingga total biaya kereta cepat China, termasuk biaya bunga 10 tahun, menjadi US$6,98 miliar (US$6,07 miliar + US$910,5 juta).
“Artinya, termasuk biaya bunga, total biaya kereta cepat China 11,75 persen lebih mahal dari kereta cepat Jepang US$6,98 miliar vs US$6,24 miliar,” jelas dia.
Anthony menegaskan, penunjukan kereta cepat China terbukti merugikan keuangan negara. Kalau biaya bunga dihitung selama 40 tahun masa pinjaman proyek, kerugian ini jauh lebih besar lagi.
Menurut dia, kerugian keuangan negara lainnya, yaitu pembengkakan biaya yang mencapai US$1,17 miliar, di mana 60 persen atau US$705,6 juta menjadi tanggungan Indonesia.
Untuk membiayai pembengkakan biaya ini, 25 persen atau US$176,4 juta berasal dari “modal sendiri”, atau Penyertaan Modal Negara (PMN), yang juga berasal dari utang. Bunga utang ini bisa mencapai 6 sampai 7 persen.
Sedangkan 75 persen pembengkakan biaya porsi Indonesia, atau US$529,5 juta, dari pinjaman komersial China, dengan suku bunga 3,4 persen per tahun.
“Sangat tinggi sekali, 34 kali lipat dari suku bunga yang ditawarkan Jepang,” ujarnya.
Dalam 10 tahun grace period, biaya bunga dari pembengkakan biaya proyek mencapai US$179,93 juta.
“Jauh lebih besar dari biaya bunga Jepang yang hanya US$46,5 juta untuk keseluruhan proyek,” ujarnya.