Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa perekonomian Indonesia pada kuartal III-2022 tumbuh 5,7 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka yang tidak kecil tentunya, di tengah kondisi perekonomian global yang sendu.
Dari sisi pengeluaran, nyaris tidak ada pergeseran mengingat peran konsumsi rumah tangga masih dominan. Kontribusinya terhadap perekonomian nasional yang ditunjukkan melalui produk domestik bruto (PDB) masih lebih dari separuh.
Namun yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah ekspor barang dan jasa, yaitu 21,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh 5,4 persen.
Dari sisi produksi, transportasi dan pergudangan menjadi sektor usaha dengan pertumbuhan paling tinggi, yaitu 25,8 persen. Sektor ini berkontribusi 5,0 persen terhadap PDB.
Sedangkan secara spasial, Pulau Jawa memang masih memberikan kontribusi terhadap PDB terbesar, yaitu 56,3%. Kemudian diikuti oleh Sumatera yang menyumbang 22,0 persen, Kalimantan 9,4 persen, kemudian Sulawesi 7,1 persen. Sisanya dari Bali dan Nusa Tenggara serta Maluku dan Papua.
Menariknya, tren kontribusi Pulau Jawa terhadap PDB terus melemah. Ini menandakan bahwa sumber-sumber pertumbuhan makin merata ke wilayah-wilayah lain, seperti Sumatera, Kalimantan maupun Sulawesi.
Pada kuartal III-2021 misalnya, kontribusi Jawa masih 57,6 persen. Bahkan di kuartal yang sama 2019 justru 59,2 persen.
Pada periode yang sama, kontribusi Sumatera dan Kalimantan terhadap perekonomian nasional terus menanjak secara konsisten. Jika pada kuartal III-2021 masing-masing masih 21,1 persen dan 8,0 persen, tahun ini menjadi 22,0 persen dan 9,4 persen.
Kontribusi Sulawesi juga ikut terangkat. Dari 6,4 persen pada kuartal III-2019, menjadi 7,1 persen di tahun ini.
Pulau Jawa makin jenuh?