Nilai ekspor kelapa sawit beserta turunannya mencapai US$39,28 miliar. Ada 10 negara menjadi tujuan ekspor secara berturut-turut

Koridor.co.id

Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan Kelapa Sawit

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatatkan nilai ekspor tahun 2022 mencapai US$39,28 miliar. Nilai ekspor tersebut terdiri atas minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO), olahan, dan turunannya. Angka inipun lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar US$35,5 miliar.

Sementara itu jumlah produksi yang diekspor pada 2022 sebesar 30,803 juta ton, lebih rendah dari tahun 2021 sebesar 33,674 juta ton. Ini merupakan tahun keempat berturut-turut dimana ekspor turun dari tahun ke tahun. 

“Ini terjadi karena memang harga produk sawit tahun 2022 relatif lebih tinggi dari harga tahun 2021,” kata Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Sepuluh negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia berturut turut adalah China, India, Amerika Serikat, Pakistan, Malaysia, Belanda, Bangladesh, Mesir, Rusia dan Italia. Untuk peringkat Amerika Serikat naik dari peringkat 5 pada tahun 2020 menjadi peringkat 3 sebagai negara pengimpor utama produk sawit Indonesia pada tahun 2022. 

“Dengan pencapaian produksi, konsumsi dalam negeri dan ekspor maka stok minyak sawit di dalam negeri diperkirakan mencapai 3,658 juta ton,” ujarnya.

Berdasarkan laju pertumbuhan produksi dan konsumsi, maka faktor-faktor penghambat pertumbuhan produksi harus segera diatasi. Kondisi yang mempengaruhi industri sawit sepanjang tahun 2022 diperkirakan masih akan mempengaruhi kinerja sawit tahun 2023. Produksi diperkirakan masih belum akan meningkat, sementara konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat akibat penerapan kewajiban B35 mulai 1 Februari 2023.

Ia mengatakan, pada tahun lalu Indonesia diwarnai dengan kejadian-kejadian tidak biasa antara lain cuaca yang ekstrim basah, lonjakan kasus Covid-19 di bulan Februari, dimulainya perang Ukraina Rusia di bulan Februari, harga minyak nabati termasuk minyak sawit yang sangat tinggi.

Kemudian, harga minyak bumi yang sangat tinggi, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit oleh pemerintah 28 April – 23 Mei, harga pupuk yang tinggi dansangat rendahnya pencapaian program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

“Kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia baik dalam produksi, konsumsi, maupun ekspor,” kata dia.

Secara teknis, ia bilang, cuaca ekstrim basah mengganggu aktivitas serangga penyerbuk dan kegiatan panen, pupuk yang mahal dan sulit diperoleh mengganggu kegiatan pemeliharaan tanaman, pelarangan ekspor menyebabkan buah tidak dipanen tidak hanya pada periode pelarangan tetapi  juga beberapa bulan sesudahnya ketika stok masih sangat tinggi. 

Program PSR yang tidak mencapai target dan pertambahan luas areal yang secara total hanya 600 ribu hektare (ha) dalam 5 tahun terakhir akibat moratorium perizinan berusaha untuk kelapa sawit, menyebabkan hilangnya harapan kenaikan produksi dari tanaman tanaman baru. 

“Harga yang sangat tinggi juga menyebabkan penundaan replanting oleh banyak pekebun sehingga porsi tanaman tua yang produktivitasnya lebih rendah menjadi lebih banyak,” jelas dia.

Situasi ini berkontribusi terhadap pencapaian produksi CPO tahun 2022 sebesar 46,729 juta ton atau lebih rendah dari produksi tahun 2021 sebesar 46,888 juta ton. Ini merupakan tahun keempat berturut-turut produksi cenderung terus turun atar stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia.

Konsumsi dalam negeri tahun 2022 secara total mencapai 20,968 juta ton, lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 18,422 juta ton. Konsumsi didominasi untuk industri pangan sebesar 9,941 juta ton yang lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 8,954 juta ton dan lebih tinggi dari 2019 sebelum pandemi sebesar 9,860 juta ton.

Konsumsi untuk industri oleokimia mencapai 2,185 juta ton yang hanya 2,8% sedikit lebih tinggi tahun 2021 sebesar 2,126 juta ton dan jauh lebih rendah dari kenaikan konsumsi 2019-2020 sebesar 25,4 persen dan 2018-2019 sebesar 60 persen. 

Ia menduga capaian ini berhubungan dengan situasi pandemi Covid-19. Konsumsi untuk biodiesel 2022 mencapai 8,842 juta ton yang lebih tinggi dari konsumsi 2021 sebesar 7,342 juta ton.

Artikel Terkait

Terkini