Melalui Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia bisa menjadi lokomotif gerakan dedolarisasi

Koridor.co.id

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Indonesia bisa menjadi lokomotif gerakan dedolarisasi melalui Keketuaan ASEAN dalam konteks regional.

“Posisi strategis yang diemban oleh Indonesia menjadi kesempatan untuk membuat kesepakatan regional yang bisa memberikan keuntungan ekonomi untuk seluruh negara anggota ASEAN,” kata Ketua komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, dalam keterangannya kepada Koridor, Rabu 26 April 2023.

Oleh karena itu, berbagai kebijakan strategis tentang dedolarisasi perlu dibahas secara terstruktur dalam KTT Asean pada tanggal 9-11 Mei 2023 di Nusa Tenggara Timur (NTT) nanti.

Menurut Ajib, kebijakan-kebijakan dedolarisasi yang bisa dibangun oleh pemerintah Indonesia dengan negara-negara hubungan dagang, paling tidak akan memberikan tiga dampak positif terhadap ekonomi Indonesia. 

Pertama adalah efisiensi. Ketika terjadi transaksi dagang antar dua negara, maka transaksi bisa langsung menggunakan mata uang bersangkutan. 

Kedua adalah relatif terhindarnya dari ancaman global financial crisis, karena banyaknya diversifikasi mata uang yang dilakukan dalam transaksi internasional. 

Ketiga adalah keuntungan dalam neraca pembayaran dan kesehatan fiskal Indonesia, ketika dolar AS menjadi lebih terdepresiasi dan stabil.

Dedolarisasi adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan dan/atau komoditas lainnya. Hal ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintah yang akan mendongkrak nilai tukar mata uang lokal terhadap dolar AS.

“Paling tidak ada enam hal yang akan mempengaruhi penguatan nilai tukar, yaitu inflasi, suku bunga, neraca pembayaran, ekspektasi, dan kebijakan pemerintah,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Ajib, yang perlu menjadi bahan perhatian adalah proyeksi ekonomi tahun 2023 yang sudah dirancang dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dengan kisaran nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah Rp14.300 sampai dengan Rp14.800. Posisi kurs dolar AS sekarang kisaran Rp14.800 dengan nilai yang fluktuatif, bahkan sebelumnya nilai kursnya stabil di atas Rp15.000. 

“Kondisi kurs inilah, yang menurut Menteri Keuangan menjadi salah satu faktor fluktuasi utang negara. Dimana posisi utang negara per Desember 2022 sudah mencapai angka Rp7.733,99 triliun. Artinya, stabilitas nilai tukar rupiah dalam rentang Kerangka Ekonomi Makro, menjadi satu hal penting untuk turut menjaga kesehatan fiskal Indonesia,” ujarnya.

Gerakan dan kebijakan dedolarisasi ini juga menjadi fenomena global yang diambil oleh negara-negara maju yang mempunyai orientasi ekonomi yang sama. Misalnya, kelompok negara BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan berupaya mengurangi penggunaan dolar AS dalam bertransaksi antar negara. 

China dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$17,5 miliar bisa menjadi motor lokomotif ekonomi dunia. Ditambah dengan Rusia yang bisa membuat kontraksi ekonomi global, tentunya akan memberikan dampak yang signifikan dalam konteks politik dan ekonomi. 

“India juga mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa, karena mempunyai demand, dalam jumlah penduduk, nomor besar kedua di dunia, dengan lebih dari 1,4 miliar populasi,” kata Ajib.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengemukakan pandangan senada dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, tentang dedolarisasi. Gubernur Bank Indonesia menyebutkan bahwa Indonesia sudah menggagas diversifikasi penggunaan mata uang, misalnya dalam mekanisme local currency transaction (LCT). 

Seirama dengan Menteri Keuangan yang menyampaikan bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, maka semakin ditingkatkan pola local currency settlement (LCS) dengan negara-negara mitra dagang. Pola kebijakan dan kesepakatan ekonomi ini menjadi potret dedolarisasi.

Artikel Terkait

Terkini