Kenaikan harga beras sangat mengkhawatirkan. Pemerintah harus segera menyalurkan stok di gudang maupun dalam kapal untuk jaga psikologis harga

Koridor.co.id

Di tengah upaya untuk memenuhi kebutuhan pasokan beras Tanah Air, pemerintah membuka keran importasi beras. Namun ironisnya, harga beras justru mengalami kenaikan. Bahkan menurut Guru Besar Universitas Lampung Prof. Dr. Bustanul Arifin, kenaikan harga beras saat ini sudah berada pada level yang mengkhawatirkan. 

Pergerakan harga beras nasional pada awal Juli 2022 masih sebesar Rp11.700 per kilogram (kg). Namun per hari ini rata-rata harga beras nasional telah melonjak menjadi Rp12.850 per kg. Ini berarti selama periode enam bulan telah terjadi kenaikan harga sekitar Rp1.150 per kg.

“Jadi kalau kenaikan beras lebih dari Rp1.000 dalam 6 bulan berarti mengkhawatirkan,” kata Bustanul dalam wawancara bersama Good Radio bertajuk “Sudah Impor, Harga Beras Masih Tinggi, Mengapa?”, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Agar psikologi harga menjadi lebih stabil, beras yang ada di gudang atau kapal di pelabuhan segera disalurkan baik melalui operasi pasar maupun distribusi biasa. Bahkan, Bulog pun bisa menghubungi langsung pedagang untuk membeli beras lalu disalurkan ke daerah-daerah, sehingga tidak harus menunggu perintah operasi pasar. 

“Kalau perintah operasi pasar masih menunggu program stabilisasi pangan dan stabilisasi harga (SPSH), itu pasti lama katakan Pimpro belum ada dan lain-lain. Kalau pedagang silakan keluarkan saja justru itu kesempatan yang baik jangan sampai beras numpuk seperti kemarin harganya jelek nanti ribut lagi. Kalau turun lagi,” kata dia.

Kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton dilakukan dalam periode 2,5 bulan. Beras impor sudah masuk sekitar 200 ribu ton pada Desember 2022. Lantas, sebanyak 300 ribu ton akan datang bulan ini dan Februari 2023.

Namun Menteri Perdagangan sempat menyatakan agar beras impor tidak boleh masuk pada Februari dikarenakan para petani akan panen raya. Namun menurut Bustanul, hal itu sebaiknya jangan dilakukan. Sebab, apabila beras impor masuk ke pasar pada Maret justru akan menurunkan harga gabah petani.

“Tapi kalau Maret ya janganlah. Jadi beras masuk pelabuhan Tanjung Priok kemudian masuk gudang kan aman. Tapi kalau masuk tapi sebarnya nanti-nanti itu saya khawatir justru menurunkan harga gabah petani yang akan panen raya bulan Maret,” ujarnya.

Bustanul juga menyoroti manajemen pengelolaan stok beras yang harus segera dilakukan. Apalagi, kata dia, penurunan stok beras dikarenakan banjir yang terjadi pada Desember 2022. Banjir berdampak pada berkurangnya luas area sawah sehingga mengurangi hasil panen. 

Dalam laporan internal Badan Pusat Statistik (BPS) empat hari lalu, panen raya baru akan terjadi Maret 2023, sedangkan Februari ada panen sedikit tetapi tidak sebesar yang diperkirakan sebelumnya. Untuk angka produksi beras pada bulan Februari 2023 diperkirakan 3-3,2 juta ton. Lalu, Maret sudah mulai mencapai 5,9 juta ton. Ini berarti sudah terjadi surplus produksi.

“Kalau neraca bulanan hari ini untuk bulan ini Februari masih defisit 1 juta ton over all Indonesia. Cara menghitungnya rata-rata konsumsi kita 2,51 juta ton per bulan, nah produksinya tentu saja bervariasi tergantung musim panen dan siklusnya. Di situ yang dibaca oleh pedagang,” imbuhnya.

Banjir beras impor di dalam negeri tidak serta merta membuat tingkah pelaku pasar akan menurunkan harga beras begitu saja. Apalagi saat ini belum masuk musim panen. Wilayah yang baru mengalami panen yakni Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Aceh. Sedangkan di Jawa baru ada beberapa daerah yang panen pada bulan Februari nanti.

Faktor lain yang harus diinvestigasi lebih dalam apabila ada pihak yang memainkan harga. Menurut Bustanul seberapa besar tindakan tegas yang dilakukan sehingga cepat membuat psikologi pasar berangsur reda.

“Tapi sekali lagi efek jera itu apakah serta merta mampu menurunkan psikologi pasar kan itu persoalannya,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terkini