Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 tumbuh positif sebesar 5,72 persen. Di tengah capaian positif tersebut, sepertinya terjadi anomali, khususnya terkait tren pemutusan hubungan kerja (PHK). Ribuan karyawan di-PHK, terutama karyawan pada industri padat karya.
Menanggapi hal ini, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ajib Hamdani, menilai pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga memang masih positif. Tetapi pertumbuhan ekonomi ini cenderung kurang bertahan atau sustain. Sebab, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
“Sektor ini masih mendapat insentif bantuan sosial atau bansos dari pemerintah sampai Desember nanti,” kata Ajib kepada Koridor, Sabtu (12/11/2022).
Sementara industri masih mengalami tekanan. Permintaan terutama yang berorientasi ekspor, juga sedang mengalami kontraksi. Kondisi ini membuat terjadinya PHK.
Ia pun menilai tahun 2023, kemungkinan pertumbuhan ekonomi tidak seagresif tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi akan melandai apalagi sekarang sudah mulai terjadi cost push inflation. Inflasi yang disebabkan karena kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP).
Ada 3 kondisi besar ekonomi yang bakal terjadi pada tahun 2023. Di antaranya inflasi, melemahnya daya beli, dan bertambahnya pengangguran. Di sisi lain ruang fiskal pemerintah relatif terbatas untuk mengagregasi pertumbuhan ekonomi. Untuk itu program transformasi ekonomi harus secara konsisten didorong. Investasi harus mendapat dukungan regulasi yang optimal.
Selain mencegah PHK, ada dua hal yang pemerintah bisa lakukan untuk mengurangi pengangguran, yakni membuka lapangan kerja baru melalui pembukaan investasi dan memberikan kemudahan berusaha serta melahirkan banyak pengusaha baru.
Belum lama ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan hingga November 2022, jumlah orang terkena PHK sebanyak 10.765 orang. Sementara kasus PHK banyak terjadi pada 2020 ketika awal terjadi pandemi Covid-19.
“Kalau kita lihat kasus PHK pada 2019 sampai September 2022, PHK paling tinggi pada 2020, ketika kita mengalami pertama kali pandemi Covid-19. Dan ini data per September yang diinput mencapai 10.765 orang,” kata Ida Fauziyah, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa, 8 November 2022.
Kasus PHK pada tahun 2019 mencapai 18.911 orang. Kemudian pada 2020 melonjak menjadi 386.877 orang. Lantas pada 2021 mencapai 127.085 orang. Sementara hingga September 2022 mencapai 10.765 orang.
Untuk menekan jumlah PHK, Menaker berupaya meningkatkan iklim hubungan industrial yang harmonis dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, mendorong terbentuknya Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), penyelesaian kasus hubungan kerja, serta memperkuat keberadaan LKS Bipartit.
Sampai Agustus 2022 jumlah pengangguran, pekerja sementara dan tidak bekerja yang terdampak pandemi Covid-19 mengalami tren penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Agustus 2021, total penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 mencapai 21,32 juta orang. Jumlah ini turun signifikan pada Agustus 2022 menjadi 4,15 juta orang.
Mengutip data Badan Pusat Statistik terjadi perbaikan penciptaan lapangan pekerjaan paska pandemi Covid-19, didominasi oleh lapangan kerja premier dan tersier. Hingga Agustus 2022, lapangan kerja sektor primer meliputi pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, pertambangan, dan penggalian mencapai 42,23 juta orang.
Sektor sekunder antara lain industri, konstruksi, listrik, gas, air, sampah, limbah juga naik menjadi 28,47 juta orang. Sektor tersier seperti perdagangan dan jasa merupakan yang paling tinggi mencapai 66,6 juta orang.
Dengan demikian total penduduk yang bekerja sebanyak 135,3 juta orang. Jumlah penduduk bekerja berdasarkan sektor terjadi perubahan 4,25 persen. Penduduk yang bekerja pada sektor informal masih lebih banyak sebesar 80,24 juta orang, sedangkan sektor formal hanya 55,06 juta orang.