Adanya anggapan yang mengatakan telah terjadi kemunduran industri atau deindustrialisasi pada industri pengolahan mendapat bantahan dari Kantor Staf Presiden (KSP). Anggapan itu dipicu oleh terjadinya penurunan industri pengolahan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun ke tahun.
Sinyalemen tersebut, menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Agung Krisdiyanto, layak diperdebatkan. Sebab, kata dia, dari sisi besaran PDB atas harga konstan, output industri pengolahan masih mengalami peningkatan dari Rp587,49 triliun pada kuartal II-2022, menjadi Rp606,08 triliun pada kuartal III-2022.
“Nilai ini bahkan lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19,” ujar Agung, Jakarta, Senin, 14 November 2022.
Pada kuartal III-2022, PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp5.091,2 triliun, atau atas dasar harga konstan (ADHK) mencapai Rp2.976,8 triliun. Angka ini meningkat 1,81 persen secara bulanan atau quarter to quarter (qtq). Pada kuartal II-2022, PDB atas dasar harga berlaku sebesar Rp4.920,4 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan Rp2.924,0 triliun.
Secara sektoral, industri pengolahan tumbuh 4,83 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya 3,68 persen. Meski angka tersebut lebih rendah dari angka pertumbuhan keseluruhan sektor industri, namun dengan porsi besar dalam PDB, industri pengolahan memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dari pertumbuhan secara nasional 5,72 persen sebesar 0,99 persen berasal dari industri pengolahan. Kontribusi tersebut merupakan yang terbesar, disusul sektor transportasi dan pergudangan sebesar 0,90 persen, perdagangan 0,71 persen, dan akomodasi makanan dan minuman 0,47 persen.
Subsektor industri logam dasar tercatat tumbuh paling tinggi pada kuartal III-2022, yakni 20,16 persen secara tahunan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya produksi besi dan baja serta tingginya permintaan dari luar negeri. Lalu, industri alat angkutan tumbuh 10,26 persen. Pertumbuhannya disebabkan karena peningkatan produksi mobil.
Terkait dengan adanya potensi ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju imbas dari resesi global, Agung menekankan pentingnya pelaku industri terutama yang berorientasi ekspor melakukan reorientasi pasar, baik mencari pasar baru yakni nontradisional atau mengalihkannya ke pasar domestik.
Agung mengungkapkan, pemerintah akan berusaha sekuat tenaga dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan, agar perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara dunia tidak berdampak buruk sektor industri di Indonesia.
“Jika tidak diantisipasi dan ditangani dengan baik, dampaknya bisa buruk terhadap utilitas pabrik-pabrik dan risiko perumahan karyawan, bahkan mungkin PHK. Kerja keras semua pihak tetap diharapkan untuk menghadapi tantangan tersebut,” ujar Agung Krisdiyanto.