Hadapi Krisis 2023, Staf Khusus Presiden: Konsumsi rumah tangga dan aktivitas produksi sektor riil perlu dijaga

Koridor.co.id

Distribusi Beras (Shutterstock)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 ditargetkan sebesar 5,3 persen. Untuk mencapai target tersebut, ada dua hal yang harus dijaga: konsumsi rumah tangga dan aktivitas produksi sektor riil.

Hal itu disampaikan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Ekpnomi Arif Budimanta, saat dialog dalam It’s a Wonderful Day Good Radio Jakarta 94,3 FM, Senin, 19 Desembber 2022.

Perekonomian Indonesia, lanjut Arif, diproyeksikan oleh lembaga dunia seperti OECD, IMF, Bank Dunia akan berada sekitar 5 persen. Dari proyeksi itu, ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan ekonomi global yang diproyeksikan hanya tumbuh 2,7 persen.

“Proyeksi pertumbuhan ekonomi itu memberikan optimisme,” kata Arif.

Arif menyarankan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, konsumsi rumah tangga harus tetap terjaga dan tumbuh. Kedua, aktivitas ekonomi di sektor riil juga harus terus bergerak.

Terkait konsumsi rumah tangga, pemerintah harus menjaga daya beli dengan cara mengendalikan inflasi. Apalagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah sangat tegas dalam memimpin proses pemantauan dan pengendalian inflasi.

“Saya rasa Bapak Presiden Joko Widodo sudah dengan sangat tegas dan serius memimpin proses pemantauan dan pengendalian inflasi agar kemudian, khususnya inflasi bahan makanan atau inflasi pangan terkendali dan berada di bawah inflasi umum,” jelas dia.

Ia mengatakan bahwa target inflasi 2023 yang diproyeksikan 3 persen plus minus 1 persen, merupakan arahan untuk dilakukan. Begitu juga dengan rencana penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang diharapkan ikut menjadi pengendali inflasi.

“Khusus untuk inflasi bahan makanan di tahun ini ada instruksi untuk memanfaatkan APBD dalam pengendalian inflasi, baik dalam kerangka subsidi terkait dengan distribusi ataupun yang terkait dengan produksi,” jelas dia.

Perkembangan Inflasi Umum dan Makanan

Sumber: BPS (Diolah)

Persoalan pengendalian dan pemantauan inflasi juga akan dilakukan dengan serius di 2023. Terutama untuk menggenjot produksi dari sisi suplai khusus untuk bahan pangan utama yaitu padi, jagung, sayur-sayuran.

“Caranya tentu dengan yang sudah dilakukan selama ini, tinggal dijaga efektivitasnya. Misalnya melalui subsidi bunga untuk pembiayaan aktivitas produksi pertanian, kemudian subsidi pupuk, benih. Begitu juga nanti dalam kerangka pendistribusian agar lancar,” jelas dia. “Logistik dan jalur-jalur transportasi juga menjadi penting.”

Kendati di tengah tekanan geopolitik, yakni perang Rusia dan Ukraina akan berpengaruh pada pasokan bahan pangan seperti gandum, namun Arif merasa tidak terlalu khawatir. Sebab, kebutuhan pangan yang utama adalah beras.

“Kita tahu bahwa untuk kebutuhan pangan yang utama secara keseluruhan masyarakat tetap adalah beras, walaupun ada alternatif dalam konteks gandum,” ucap Arif.

Ia menambahkan, khusus terkait peningkatan produksi tanaman padi yang kemudian menjadi beras, pemerintah sudah cukup serius dengan melakukan ekstensifikasi melalui food estate. Bahkan beberapa wilayah ekstensifikasi itu sudah berproduksi.

“Tahun ini kita dihadapkan oleh fenomena kemarau basah, sehingga berpengaruh terhadap produktivitas tanaman pangan. Mudah-mudahan di tahun depan fenomena itu relatif tidak ada, walaupun kita harus tetap waspada,” tegas Arif.

Artikel Terkait

Terkini