BEI akan meninjau aturan saham beredar di bawah 10 persen bagi IPO perusahaan pelat merah

Koridor.co.id

Nampak dari luar, gedung Bursa Efek Indonesia (Kredit Foto: Mzynasx/Shutterstock.com
Nampak dari luar, gedung Bursa Efek Indonesia (Kredit Foto: Mzynasx/Shutterstock.com

Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melakukan peninjauan terhadap ketentuan batas minimal persentase saham yang dilepas ke publik saat melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) bagi perusahaan pelat merah.

BEI merespons pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury yang meminta pelonggaran persentase saham yang beredar di publik terkait rencana IPO BUMN seperti PalmCo dan Pertamina Hulu Energi (PHE) yang masih dalam proses.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan bursa akan terus mendukung pengembangan usaha yang dilakukan oleh perusahaan melalui pasar modal, khususnya melalui bursa. 

Bursa juga mendukung setiap rencana dari perusahaan BUMN untuk dapat memanfaatkan pasar modal sebagai salah satu alternatif pendanaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Bentuk dukungan yang diberikan sama dengan semua calon perusahaan tercatat, termasuk pemenuhan ketentuan bursa, ketentuan perundangan bidang pasar modal, dan perundangan lain yang terkait,” kata Nyoman kepada wartawan, Selasa (28/2/2023).

Menurut Nyoman, berdasarkan peraturan bursa saat ini, tidak terdapat ketentuan yang mengatur mengenai nilai minimum dari penawaran umum. Namun, terdapat persyaratan jumlah saham free float setelah penawaran umum yang harus dipenuhi oleh calon perusahaan tercatat.

“Dalam hal terdapat permintaan dari stakeholders bursa terkait dengan pemenuhan ketentuan di atas, tentu bursa akan melakukan review yang mendalam mengenai latar belakang, penjelasan yang proven dan the best effort yang telah dilakukan secara accountable,” ujar Nyoman.

Pada kesempatan yang berbeda, Menteri BUMN Erick Thohir, sempat mengusulkan agar saham dari BUMN dan anak usahanya dapat dilepas ke publik secara bertahap, mengingat nilainya yang besar.

Mengacu pada Poin III.2.6.3 Kep-00101/BEI/12-2021 Calon Perusahaan Tercatat yang memiliki nilai ekuitas sebelum Penawaran Umum lebih dari Rp2 triliun, paling sedikit melepas 10 persen ke publik dari jumlah saham yang akan dicatatkan di bursa. 

“Kami usulkan ke bursa agar bisa secara bertahap (staging) karena inikan besar sekali, ini valuasinya billion,” kata Erick.

Menurut Erick setiap BUMN yang mencatatkan perusahaannya di BEI mendapat dana yang cukup. Dia tidak mau nantinya dana yang diperoleh dari IPO berlebih. “Kita ingin memastikan dana yang kita ambil cukup untuk investasi di sumur-sumur baru atau pengembangan sumur dengan sistem baru,” ujar Erick. 

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury juga mengatakan terdapat aturan yang perlu didiskusikan dengan bursa, salah satunya terkait dengan batasan jumlah saham free float setelah penawaran umum paling sedikit 10 persen.

Pihaknya pun saat ini berdiskusi dengan BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait batas minimal porsi saham yang dilepas ke publik. Ia meminta BEI untuk memberikan insentif IPO.  

“Batasan nilai tadi itu menjadi salah satu pertimbangan. Perusahaan yang besar seperti PHE atau lainnya, kapitalisasinya 1 persen saja sudah di atas nilai tertinggi IPO yang pernah ada, ini nanti ke depan perlu kita diskusi mengenai bagaimana untuk BUMN atau anak usaha BUMN atau subholding yang sudah besar untuk IPO,” kata Pahala.

Artikel Terkait

Terkini