Bank Indonesia tidak akan agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya tahun ini. Berikut analisisnya

Koridor.co.id

Kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada tahun ini tidak akan seagresif tahun lalu. Bank Indonesia memiliki kelonggaran dalam menaikkan suku bunga acuannya.

Pengamat ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa kebijakan Bank Indonesia dalam menaikkan suku bunga acuan tidak terlepas dari dua hal. Pertama, BI mengikuti pola kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS). Kedua, BI melihat pola inflasi yang terjadi di dalam negeri. 

Memang, tahun ini, AS diproyeksikan masih akan berhadapan dengan fakta bahwa angka inflasi di negeri Paman Sam relatif masih akan tinggi, sehingga konsekuensi dari kondisi tersebut akan membuat bank sentral AS berpotensi menaikkan suku bunga acuannya.

Namun jika diukur dari inflasi yang meskipun masih tinggi, tetapi sudah berangsur mengalami perlambatan dibandingkan dengan posisi di tahun lalu. Sehingga, diproyeksikan agresif civitas dari bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan tidak akan setinggi jika dibandingkan tahun lalu.

Ini yang kemudian bisa menjadi faktor untuk Bank Indonesia lebih longgar terutama dalam menaikkan suku bunga acuannya tahun ini. Dengan asumsi pengaruh yang diberikan dari kebijakan suku bunga acuan ini sudah mempengaruhi penurunan inflasi di semester pertama.

“Saya kira Bank Indonesia setidaknya tidak akan agresif untuk menaikkan suku bunga acuan di tahun ini,” kata Yusuf kepada Koridor, Kamis, 26 Januari 2023. 

Yusuf memperkirakan kenaikan suku bunga acuan akan terjadi satu hingga dua kali terutama pada semester I-2023. Asumsi ini didasarkan atas kondisi inflasi domestik dan juga bagaimana langkah The Fed dalam mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga acuan untuk menekan inflasi di AS.

Oleh karena itu dalam menganalisa keputusan BI yang menaikkan suku bunga acuannya pekan kemarin, ini tidak terlepas dari keputusan bank sentral AS yang juga masih menaikkan suku bunga acuannya.

BI pun harus meresponsnya untuk memperkecil selisih atau spread antara suku bunga The Fed dan BI. Hal ini juga untuk memastikan modal atau capital tidak keluar dari dalam negeri merespons kebijakan bank sentral AS yang menaikkan suku bunga acuannya. 

Jika BI tidak menaikkan suku bunga acuannya dan spread suku bunga mengalami pelebaran, maka investor terutama pemilik portofolio berpotensi akan memindahkan dananya keluar dari Indonesia. Tentunya ini akan menekan nilai tukar rupiah.

Muaranya ini semua bisa memengaruhi inflasi terutama yang didorong oleh barang-barang impor yang menjadi lebih mahal. Apalagi, posisi terakhir dari inflasi di dalam negeri itu relatif masih tinggi.

“Dalam melakukan tupoksinya (tugas pokok dan fungsi) BI, saya kira mau tidak mau (BI) harus mengambil keputusan tersebut,” ujar Yusuf.

Pada minggu ketiga tahun 2023, BI kembali menaikkan suku bunga acuannya menjadi 5,75 persen. Suku bunga acuan Bank Indonesia ini naik 25 basis poin (bps) dari posisi sebulan sebelumnya sebesar 5,5 persen.

“Berdasarkan hasil asesmen dan proyeksi menyeluruh tersebut, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Januari 2023 memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam konferensi persnya di Jakarta, Kamis, 19 Januari 2023. 

Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50 persen. 

Bank Indonesia meyakini kenaikan BI7DRR sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75 persen ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1 persen pada semester I-2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali dalam sasaran 3,0±1 persen pada semester II-2023.

Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) diperkuat dengan operasi moneter valas, termasuk implementasi instrumen berupa term deposit (TD) valas dari devisa hasil ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar.  

“Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, preemptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan,” jelas dia. 

Artikel Terkait

Terkini