Bank Indonesia pertahankan suku bunga 5,75 persen, agar inflasi tetap dalam target

Koridor.co.id

Tangkap layar dari situs resmi Bank Indonesia

Setelah kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada Januari 2023, Bank Indonesia akhirnya mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75 persen. Dengan begitu, Bank Indonesia juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50 persen.

“Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Februari 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 16 Februari 2023.

Bank Indonesia meyakini bahwa BI7DRR sebesar 5,75 persen memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1 persen pada semester I-2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen pada semester II-2023.

Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) diperkuat dengan pengelolaan devisa hasil ekspor melalui implementasi operasi moneter valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai dengan mekanisme pasar.

“Keputusan ini tetap konsisten dengan stance kebijakan moneter pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan,” ujar Perry Warjiyo.

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih tinggi dari perkiraan 2,3 persen sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok berpotensi lebih tinggi dengan permintaan domestik yang meningkat sejalan pembukaan ekonomi Tiongkok pascapenghapusan Zero Covid Policy. Sedangkan perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Eropa diperkirakan melambat dengan risiko resesi yang masih tinggi.

Sementara itu, inflasi global menurun secara gradual dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan perbaikan gangguan rantai pasokan, meskipun tetap di level tinggi seiring harga energi dan pangan yang belum turun signifikan dan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa yang masih ketat.

Inflasi yang melandai diperkirakan mendorong kebijakan moneter ketat di negara maju mendekati titik puncaknya, dengan suku bunga diprakirakan masih tetap tinggi di sepanjang 2023.

“Ketidakpastian pasar keuangan global juga mereda sehingga berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang. Tekanan depresiasi nilai tukar di berbagai negara tersebut berkurang,” ujar dia.

Lantas pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat dan berpotensi lebih tinggi didorong kenaikan ekspor serta semakin membaiknya permintaan domestik khususnya konsumsi swasta. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV-2022 tercatat tinggi sebesar 5,01 persen secara tahunan atau year on year (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun 2022 tercatat 5,31 persen (yoy), jauh meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,70 persen (yoy).

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat pada 2022 terjadi di seluruh wilayah, dengan pertumbuhan tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti Jawa, Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Kalimantan, dan Sumatera.

Untuk tahun 2023, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan cenderung bias ke atas dalam kisaran 4,5-5,3 persen. Kinerja ekspor berpotensi akan lebih tinggi dari prakiraan semula didorong oleh pengaruh positif perbaikan ekonomi Tiongkok.

Menurutnya, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh tinggi dipengaruhi keyakinan pelaku ekonomi yang meningkat dan kenaikan mobilitas masyarakat pascapencabutan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Investasi membaik didorong perbaikan prospek bisnis, peningkatan aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA), serta penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlanjut,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo.

Artikel Terkait

Terkini