Jakarta, Koridor.co.id – Perbincangan tentang utang di kalangan masyarakat acapkali salah kaprah. Banyak kalangan seolah menganggap sama utang luar negeri, utang publik, dan utang pemerintah.
Utang seringkali sebagian isu yang seksi menjadi perbicangan berbagai kalangan. Terlebih ketika memasuki tahun politik menjelang pemilihan umum (Pemilu). Namun demikian, masyarakat dan media seringkali mencampuradukkan konsep utang luar negeri, utang sektor publik dan utang pemerintah.
Banyak kalangan membahas utang pemerintah, tetapi mereka menggunakan indikator dan data tentang utang luar negeri. Begitu juga sebaliknya. Bahkan, ketika berbicara mengenai utang luar negeri, kerap kali terdapat pandangan bahwa seluruh utang tersebut merupakan beban pemerintah.
Padahal, utang luar negeri dapat berupa bagian dari utang pemerintah pusat, bank sentral, ataupun pihak swasta. Oleh karena itu, pada tulisan ini, Tim Riset Koridor.co.id akan membahas definisi dan kondisi utang pemerintah, utang luar negeri, dan utang sektor publik.
Di Indonesia, setidaknya terdapat tiga publikasi resmi terkait dengan utang yang rilis secara berkala. Pertama ialah data tentang utang pemerintah. Kedua, utang sektor publik. Ketiga, utang luar negeri.
Utang Pemerintah dan Indiaktornya
Menurut Undang-Undang Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, utang negara adalah jumlah uang yang Pemerintah Pusat wajib membayarnya dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
Utang pemerintah Indonesia dapat terdiri atas utang luar negeri (ULN) dan utang dalam negeri (UDN). Baik ULN maupun UDN dapat berupa pinjaman atau Surat Berharga Negara (SBN).
Kementerian Keuangan secara rutin menerbitkan data dan publikasi terkait utang pemerintah Indonesia. Publikasi tersebut biasanya terbit di pekan kedua atau ketiga setiap bulan. Beberapa indikator data utang yang secara regular adalah nilai nominal utang, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) serta rincian utang berdasarkan jenis dan sumbernya.
Nilai rasio utang terhadap PDB menjadi salah satu indikator yang penting karena beberapa alasan. Salah satunya ialah karena ada UU yang membatasinya. Penjelasan Pasal 12 ayat (3) UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara membatasi jumlah pinjaman maksimal 60% dari PDB. Karena itu, batasan tersebut seringkali menjadi indikator tingkat Kesehatan utang pemerintah.
Berdasarkan data APBN Kita Agustus 2023 , nilai utang pemerintah per 31 Juli 2023 mencapai Rp7.855,53 triliun. Nilai tersebut setara dengan 37,78% PDB Indonesia. Dari Rp7.855,53 triliun utang pemerintah, Rp6.985,20 triliun berupa SBN dan Rp870,33 triliun berupa pinjaman.

Sumber : Kementerian Keuangan. Posisi utang pemerintah per 31 Juli 2023
Utang Sektor Publik
Menurut metadata Statistik Utang Sektor Publik (SUSPI) Bank Indonesia, utang sektor publik merupakan posisi kewajiban finansial (libilities) sektor publik dalam bentuk instrumen pada suatu periode tertentu. Kewajiban finansial itu baik kepada penduduk maupun bukan penduduk atau utang domestik maupun utang luar negeri.
Sektor publik terdiri dari semua unit institusi residen yang pengendaliannya langsung atau tidak langsung oleh unit pemerintah. Maksudnya ialah semua unit dalam sektor pemerintahan umum dan korporasi publik, termasuk badan usaha milik negara (BUMN).
Penyusunan SUSPI mengacu pada Public Sector Debt Statistics: Guide for Compilers and Users (2011) terbitan Dana Moneter Internasional (IMF). Cakupan sektor institusi dalam SUSPI terdiri dari tiga kategori.
Pertama, pemerintahan umum yang terdiri dari pemerintah pusat dan daerah. Kedua, korporasi finansial sektor publik, seperti bank sentral, bank BUMN, dan bank pembangunan daerah (BPD). Selain itu, juga lembaga keuangan bukan bank sektor publik (BUMN LKNB). Ketiga, korporasi nonfinansial sektor publik atau BUMN bukan lembaga keuangan.
Bank Indonesia setiap triwulan memublikasikan Statistik Utang Sektor Publik. Data terakhir terkait posisi utang sektor publik saat ini adalah posisi sampai dengan akhir Maret 2023. Per Maret 2023, nilai utang sektor publik tercatat Rp15.003 triliun. Dari total utang tersebut, 53% merupakan utang pemerintah. Selebihnya, utang BUMN lembaga keuangan 40% dan 7% sisanya utang BUMN bukan lembaga keuangan.

Utang Publik vs Utang Pemerintah
Di kalangan masyarakat, seringkali terdapat kerancuan dalam menilai atau membicarakan utang pemerintah. Apakah utang BUMN merupakan utang pemerintah atau Bukan?
Dalam sistem pencatatan utang Indonesia, utang BUMN terpisah dari utang pemerintah. Bahkan, dalam sistem pencatatan anggaran dan pendapatan belanja negara (APBN), BUMN merupakan entitas dari kekayaan negara yang terpisahkan.
Sementara itu, pada 26 Desember 2017 IMF memublikasikan “Guidance Note On The Bank-fund Debt Sustainability Framework For Low Income Countries”. Isinya menekankan pengukuran sustainabilitas utang suatu negara semestinya menggunakan konsep “utang sektor publik”.
Definisinya adalah Public sector debt, in its broadest definition, comprises debt from several different sub-sectors. These include the general government (comprising the central, the state, and the local governments, social security funds, and extra-budgetary funds); the non-financial public enterprises; and financial public enterprises (including the central bank).
(Utang sektor publik, dalam arti luas, meliputi utang dari beberapa subsektor yang berbeda. Termasuk, pemerintahan umum (pusat dan daerah, dana jaminan sosial, dan dana nonbujeter), perusahaan publik nonkeuangan, perusahaan publik keuangan (termasuk bank sentral)
Utang BUMN dan Utang Publik di Indonesia
Dalam implementasinya, di Indonesia pemerintah seringkali terlibat langsung dalam hal penyehatan perusahaan-perusahaan BUMN. Meskipun secara hukum pemerintah bukan lagi pemilik mutlak dari BUMN-BUMN yang melantai di bursa saham, tetapi sebagai pemilik saham mayortas, pemerintah menjadi garda terdepan ketika perusahaan itu bermasalah. Salah satu mekanisme yang ada dalam sistem fiskal di Indonesia adalah pembiayaan investasi yang di dalamnya terdapat penyertaan modal negara (PMN).
Hampir setiap tahun pemerintah menyuntik BUMN-BUMN secara bergantian melalui skema PMN, tidak terkecuali terhadap sejumlah BUMN bermasalah. Sebagai contoh, untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), pemerintah membentuk Indonesia Financial Group (IFG) Life yang menjadi anak perusahaan induk asuransi dan penjaminan. Perusahaan itu adalah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). Tujuannya mempertahankan dan membuat model bisnis baru serta merestrukturisasi polis Jiwasraya.
Contoh terakhir adalah ketika salah satu perusahaan BUMN Karya bermasalah belum lama ini. Dengan segala upaya pemerintah berusaha menyelamatkan PT Waskita Karya Tbk. (WSKT) yang kesuitan keuangan. Meskpiun pemerintah batal menyuntikan PMN Rp3 triliun kepada Waskita Karya, pemerintah menggunakan mekanisme lain untuk menyelamatkan perusahaan tersebut.
Pemerintah menugaskan PT Hutama Karya (Persero) mengambil alih perusahaan tersebut menjadi anak usahanya. Dalam pemberitaan terakhir tersiar kabar, setelah proses restrukturisasi kedua perusahaan tersebut, Waskita Karya akan memperoleh PMN. Jumlahnya bahkan lebih besar dari rencana PMN sebelumnya.
Oleh karena itu, mengacu pada implementasi manajemen utang pemerintah dan utang publik di Indonesia, sangat sulit menyatakan bahwa utang BUMN bukan tanggung jawab pemerintah. Sehingga, penghitungan batas keamanan utang publik, harus ikut juga menyertakan utang BUMN.
Pada akhir Maret 2023 nilai utang pemerintah pusat tercatat Rp7.879 triliun dan utang publik Rp15.003 triliun. Pada triwulan I 2023 itu, rasio utang pemerintah pusat terhadap PDB tercatat 38,29%, sedangkan rasio utang publik terhadap PDB 72,91%. Jika mengacu pada batasan utang pemerintah sebesar 60%, maka posisi utang pemerintah Indonesia per Maret 2023 sudah dalam kondisi tidak aman.
Utang Luar Negeri
Dalam implementasinya, publikasi data, konsep, dan terminologi utang luar negeri (ULN) mengacu pada Guide for Compilers and Users (2014). Sementara itu, beberapa ketentuan pemerintah Republik Indonesia terkait dengan utang luar negeri antara lain UU No. 24/2002 tentang Surat Utang Negara, dan UU No. 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Selain itu, ada Peraturan Pemerintah No. 2/2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Juga ada Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang No. PER-04/PU/2009 tentang Klasifikasi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan ketentuan Bank Indonesia.
Menurut Bank Indonesia, ULN Indonesia adalah posisi kewajiban aktual penduduk Indonesia kepada bukan penduduk pada suatu waktu, tidak termasuk kontinjen, yang membutuhkan pembayaran kembali bunga dan/atau pokok pada waktu yang akan datang.
ULN Pemerintah, Bank Sentral, dan Swasta
Berdasarkan kelompok peminjam, ULN terdiri dari utang pemerintah, bank sentral, dan swasta.
Utang luar negeri pemerintah adalah utang pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, utang multilateral, fasilitas kredit ekspor (supplier/pemasok), utang komersial, dan credit supplier. Termasuk juga Surat Berharga Negara (SBN) terbitan di luar dan dalam negeri milik bukan penduduk.
SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN terdiri dari Obligasi Negara berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) berjangka waktu hingga 12 bulan. SBSN terdiri dari SBSN jangka panjang (Ijarah Fixed Rate/IFR) dan Global Sukuk.
Sementara itu, utang luar negeri bank sentral adalah utang Bank Indonesia yang peruntukkannya dalam rangka mendukung neraca pembayaran dan cadangan devisa. Selain itu, juga terdapat utang kepada pihak bukan penduduk yang telah menempatkan dananya pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Juga utang dalam bentuk kas dan simpanan, alokasi SDR, serta kewajiban lainnya kepada bukan penduduk.
Terakhir, utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri penduduk (selain pemerintah dan bank sentral) kepada bukan penduduk dalam valuta asing dan atau rupiah berdasarkan perjanjian utang (loan agreement) atau perjanjian lainnya, simpanan, dan kewajiban lainnya. Termasuk utang luar negeri swasta ialah kewajiban berupa surat utang terbitan dalam negeri milik bukan penduduk. Swasta meliputi lembaga keuangan dan perusahaan bukan lembaga keuangan.

Sumber : Bank Indonesia, Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Per Juni 2023
Publikasi data statistik utang luar negeri Bank Indonesia menunjukkan pada akhir Juni 2023, outstanding utang luar negeri mencapai US$396,3 miliar (Rp5.994 triliun). Dari nilai tersebut, 50,9% di antaranya utang pemerintah dan bank sentral, sedangkan sisanya 49,1% utang swasta. (Ade Holis)